Umrah adalah panggilan agung yang tidak semua orang mampu menjawabnya. Maka ketika seseorang diberi rezeki dan waktu untuk umrah berulang kali, itu adalah nikmat luar biasa dari Allah SWT. Namun, di balik nikmat itu, tersimpan tanggung jawab adab dan etika yang harus semakin ditingkatkan.
Artikel ini tidak sekadar mengingatkan soal keikhlasan niat, tetapi juga mengajak para jamaah yang telah berulang kali ke Tanah Suci untuk merefleksikan ibadahnya: apakah sudah membawa manfaat lebih luas bagi sesama? Apakah kualitas ibadah sebanding dengan frekuensinya?
✅ 1. Meluruskan Niat, Menjauh dari Riya
Setiap ibadah dimulai dengan niat. Umrah pun demikian. Umrah yang sering dilakukan bisa menjadi amalan luar biasa jika diniatkan hanya untuk mencari ridha Allah. Namun, ia bisa menjadi sia-sia jika dibarengi niat tersembunyi seperti ingin dipuji, dianggap lebih saleh, atau pamer perjalanan spiritual.
Apalagi di era digital saat ini, mudah sekali terjebak pada budaya pamer ibadah. Membagikan foto di depan Ka’bah bukanlah dosa, tetapi bisa membuka celah riya jika tidak diiringi niat yang lurus dan kontrol diri.
“Barang siapa melakukan suatu amal untuk dilihat manusia, maka Allah akan memperlihatkan aibnya.” (HR. Muslim)
Solusinya? Perbanyak doa agar hati dijaga, kurangi eksposur berlebihan, dan kuatkan niat dengan dzikir-dzikir keikhlasan sebelum berangkat. Umrah yang tersembunyi dari pujian manusia sering kali lebih diterima oleh Allah daripada yang meriah di hadapan kamera.
✅ 2. Memberi Jalan Bagi yang Belum Pernah
Dalam kondisi kuota terbatas atau antrean panjang, bijak rasanya untuk memberi kesempatan kepada mereka yang belum pernah umrah. Tidak semua Muslim mampu menginjakkan kaki ke Baitullah, maka jika kita telah beberapa kali ke sana, cobalah tengok kanan-kiri: siapa yang bisa kita bantu agar bisa merasakan hal yang sama?
Memberi tempat kepada orang lain untuk umrah adalah bentuk kerendahan hati dan kematangan spiritual. Apalagi jika kita membantu orang tua, guru, saudara, atau teman yang belum mampu. Hal itu tak hanya berpahala, tetapi juga menjadi amal jariyah yang tak putus.
Jika tetap ingin berangkat, pertimbangkan untuk berangkat bersama mereka yang pertama kali dan bertindak sebagai pendamping atau pembimbing ruhani. Jadikan kelebihan ini sebagai kesempatan berbagi pengalaman, bukan hanya mengulang ritual.
✅ 3. Bersedekah untuk Umrah Orang Lain
Memiliki rezeki lebih bukan hanya peluang untuk berangkat kembali, tapi juga kesempatan untuk memberangkatkan orang lain. Sedekah umrah bagi guru ngaji, marbot masjid, sahabat disabilitas, atau santri, adalah bentuk ibadah yang sangat bernilai.
“Barang siapa memudahkan urusan saudaranya, maka Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim)
Tidak harus langsung membiayai penuh. Mulailah dengan program kecil seperti “Celengan Umrah untuk Ayah” atau “Tabungan Umrah untuk Sahabat”. Bahkan menyisihkan sebagian bonus kerja atau hasil usaha setiap bulan pun bisa menjadi awalan.
Pahala membantu orang lain beribadah mengalir seperti kita yang melaksanakannya sendiri. Bukankah itu investasi akhirat yang lebih luas manfaatnya?
✅ 4. Waspadai Kesombongan Ibadah
Ibadah yang sering dilakukan bisa berbalik menjadi jebakan ujub (bangga diri) jika hati tidak dijaga. Seseorang bisa mulai merasa lebih suci hanya karena sering ke Makkah, atau merasa lebih paham agama karena sudah “berulang kali mencium Hajar Aswad”.
Kesombongan bisa terselubung dalam ucapan halus seperti, “Saat umrah kelima saya…”, atau dalam gestur yang meremehkan orang lain yang belum pernah berangkat. Padahal, Allah tidak menilai seberapa sering kaki kita melangkah ke Tanah Suci, tapi seberapa lembut hati kita setelah kembali.
Rendahkan hati, sebagaimana Rasulullah ﷺ merendah meski beliau adalah kekasih Allah. Jika ingin berbagi pengalaman, niatkan untuk menginspirasi, bukan memamerkan. Ukur keimanan bukan dari paspor penuh cap, tapi dari akhlak yang berubah setelah kembali.
✅ 5. Perkaya Ibadah dengan Sunnah Rasulullah ﷺ
Bagi yang sudah sering berumrah, saatnya berfokus pada kualitas dan kedalaman ruhani, bukan hanya kelengkapan rukun. Beberapa cara memperkaya umrah secara sunnah:
- Shalat sunnah rawatib dan tahajud di Masjidil Haram
- Memperbanyak doa di tempat mustajab: Multazam, Hijir Ismail, Bukit Shafa-Marwah
- Memberi air zamzam dan bantuan pada jamaah lain
- Berdiam dan bermuhasabah lebih lama di sekitar Ka’bah
Jangan tergesa dalam ritual, dan jangan buru-buru menyelesaikan umrah. Umrah bukan tentang “cepat selesai dan pulang,” melainkan tentang lama tinggal dan terhubung lebih dalam dengan Allah.
Setiap umrah yang berulang adalah peluang untuk mencicipi rasa ruhani baru, memperbaiki yang dulu mungkin lalai, dan menghidupkan sunnah yang sempat terlewat.
✨ Penutup: Umrah Berulang, Hati pun Harus Bertumbuh
Umrah berulang kali bukanlah aib, melainkan anugerah—jika dijalani dengan niat tulus, rendah hati, dan kesadaran sosial yang tinggi. Jadikan setiap perjalanan sebagai perbaikan diri, sarana berbagi, dan bentuk syukur tak terhingga.
Semakin sering menginjak Tanah Suci, seharusnya semakin dalam kita mencintai Allah dan hamba-Nya. Dan semakin matang pula adab kita dalam menyikapi ibadah—bukan sebagai prestise spiritual, tapi sebagai perjalanan suci yang senyap namun bermakna.