Bagi sebagian orang, mengikuti umrah pertama kali bisa menimbulkan rasa cemas, takut, atau bahkan trauma ringan. Kekhawatiran tersesat di Tanah Suci, bingung dengan urutan ibadah, atau tidak hafal doa sering membuat jamaah pemula merasa minder. Artikel ini membahas cara mengatasi rasa takut tersebut melalui sesi manasik yang dirancang sebagai terapi mental, bukan sekadar pelatihan teknis. Manasik yang tepat akan membantu jamaah berangkat dengan lebih tenang, percaya diri, dan siap secara spiritual.

1. Ketakutan Umum: Tersesat, Salah Gerakan, Tidak Hafal Doa

Ketakutan yang paling sering muncul di kalangan jamaah pemula adalah:

  • Takut tersesat di tengah lautan manusia di Masjidil Haram

  • Takut salah urutan ibadah seperti thawaf atau sa’i

  • Tidak hafal doa-doa penting dalam setiap tahapan umrah

  • Bingung membaca situasi darurat atau kondisi ramai

Rasa takut ini wajar, terutama jika jamaah belum pernah bepergian jauh atau berada di kerumunan besar. Namun jika tidak ditangani, ketakutan ini bisa membuat jamaah menarik diri, tidak fokus saat manasik, bahkan enggan berangkat.

2. Peran Manasik sebagai Terapi Mental Sebelum Keberangkatan

Manasik bukan hanya simulasi teknis, tapi juga media terapi mental. Dengan pendekatan yang empatik dan inklusif, manasik bisa membentuk:

  • Rasa percaya diri karena sudah pernah mencoba

  • Mental siap menghadapi keramaian dan antrian

  • Keyakinan bahwa salah gerakan bukanlah dosa jika tidak disengaja

  • Pemahaman bahwa Allah Maha Mengetahui niat dan usaha

Pembimbing manasik yang komunikatif akan membantu jamaah merasa aman untuk bertanya, mengulang, bahkan mengakui ketidaktahuan mereka. Semakin sering simulasi dilakukan, semakin reda rasa takut yang ada.

3. Latihan Bertahap: Dari Ringan ke Simulasi Penuh

Untuk jamaah yang sangat pemula, latihan bisa dimulai dari tahapan ringan, seperti:

  • Mengenali rukun dan wajib umrah secara visual

  • Belajar satu per satu doa pendek dan artinya

  • Menyusun urutan ibadah dengan kartu atau alat bantu visual

Setelah itu, latihan bisa ditingkatkan ke:

  • Simulasi tawaf dan sa’i dengan kondisi ramai

  • Latihan menggunakan speaker atau noise agar mirip kondisi asli

  • Simulasi kondisi darurat: tersesat, kehilangan sandal, kelelahan

Latihan bertahap ini akan melatih otot mental dan keberanian, sehingga jamaah tidak panik saat menghadapi situasi nyata di Tanah Suci.

4. Dukungan Psikologis dan Doa sebagai Penenangkan

Dukungan psikologis bisa diberikan dalam bentuk:

  • Kalimat afirmasi positif oleh pembimbing

  • Doa-doa penenang hati, seperti doa Musa (رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي)

  • Cerita hikmah tentang jamaah yang awalnya takut namun sukses menjalani umrah

Beberapa travel juga bekerja sama dengan konselor atau ustadzah berpengalaman, untuk memberikan pendekatan psikologi Islami yang menyentuh dan menguatkan.

Doa dan dzikir menjelang keberangkatan seperti istighfar, shalawat, dan membaca surat Al-Insyirah sangat membantu menenangkan jiwa dan membuka hati.

5. Cerita Jamaah yang Berani Setelah Beberapa Kali Manasik

Banyak jamaah yang awalnya cemas, tapi akhirnya merasa siap setelah menjalani manasik beberapa kali. Misalnya, seorang ibu lansia yang takut naik pesawat dan tersesat, merasa tenang setelah simulasi manasik dilakukan lengkap dengan “navigasi lokasi”.

Atau pemuda yang grogi karena tidak hafal doa, akhirnya lancar setelah manasik dengan bimbingan audio dan pengulangan bersama kelompok.

Cerita seperti ini perlu disampaikan dalam sesi manasik, karena testimoni sesama jamaah memiliki efek menenangkan yang kuat.

6. Travel sebagai Ruang Aman untuk Bertanya dan Berlatih

Travel umrah idealnya menyediakan manasik dalam suasana “safe space”—di mana jamaah tidak malu bertanya dan tidak takut dinilai bodoh. Beberapa pendekatan yang bisa dilakukan travel:

  • Memberi waktu cukup untuk diskusi dan praktik

  • Membuat grup WhatsApp untuk tanya jawab setelah manasik

  • Memberikan akses video materi yang bisa diulang-ulang di rumah

  • Menyediakan pembimbing perempuan untuk jamaah akhwat yang malu bertanya di forum umum

Ketika travel membangun budaya belajar yang tenang dan bersahabat, jamaah akan merasa dipahami dan dibimbing, bukan dihakimi.