Banyak jamaah umrah mengira ibadah mereka selesai saat thawaf, sa’i, dan tahallul dilakukan. Namun Ramadhan mengajarkan lebih dari itu. Ia bukan hanya tentang hubungan vertikal dengan Allah, tetapi juga tentang kepedulian sosial yang membumi. Salah satu bentuknya yang paling menyentuh adalah program berbagi ifthar (makanan berbuka puasa) di sekitar Masjidil Haram. Aktivitas ini menjadi kombinasi indah antara ibadah ruhani dan aksi sosial yang mengakar. Artikel ini membahas kisah dan makna berbagi ifthar yang dilakukan jamaah umrah selama Ramadhan di Mekkah—sebuah pengalaman yang menggetarkan jiwa dan membuka mata hati.
1. Pentingnya Memberi Makan Orang yang Berbuka Puasa
Memberi makan orang yang berpuasa memiliki kedudukan istimewa dalam Islam, sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ:
“Barang siapa memberi makan orang yang berbuka, maka ia mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang itu sedikit pun.” (HR. Tirmidzi)
Hadits ini menjadi pemicu semangat banyak jamaah umrah untuk ikut serta dalam program pembagian makanan selama Ramadhan. Apalagi di Masjidil Haram, di mana ratusan ribu muslim berkumpul dan banyak dari mereka yang berbuka dalam kondisi sangat sederhana.
Berbagi ifthar bukan sekadar memberikan makanan, tapi juga bentuk cinta dan solidaritas umat. Satu kotak nasi dan air zamzam yang kita berikan mungkin tampak kecil, tetapi di hadapan Allah, nilainya bisa tak terhingga jika disertai keikhlasan.
2. Kolaborasi antara Jamaah dan Tim Lokal dalam Pembagian Ifthar
Program berbagi ifthar di Masjidil Haram dan sekitarnya berjalan dengan kerja sama yang harmonis antara jamaah dan tim lokal. Biasanya, jamaah Indonesia yang tergugah untuk berbagi akan menyumbangkan dana, sementara pelaksanaannya dibantu oleh relawan setempat atau organisasi penyedia konsumsi.
Distribusi makanan dilakukan dengan rapi dan terorganisir, biasanya mulai dari sore hari menjelang Maghrib. Ada yang menyusun kurma, roti, air mineral, hingga nasi dalam kotak. Semua dilakukan dengan semangat gotong royong dan tanpa membeda-bedakan siapa yang menerima.
Bahkan ada jamaah yang rela turun langsung ke jalan-jalan sekitar Masjidil Haram untuk membagikan makanan kepada petugas kebersihan, pekerja migran, dan musafir. Momen ini menjadi bukti nyata bahwa umrah bisa menjadi sarana menebar manfaat bagi banyak orang.
3. Cerita Haru dari Penerima Manfaat di Sekitar Masjidil Haram
Salah satu sisi paling menyentuh dari program berbagi ifthar adalah respon dari para penerima manfaat. Banyak di antara mereka adalah pekerja dengan gaji kecil, musafir yang kehabisan bekal, atau warga lokal yang tinggal di sekitar Mekkah.
Pernah suatu malam, seorang petugas kebersihan dari Bangladesh meneteskan air mata ketika menerima sebungkus nasi dan kurma. Ia berkata, “Hari ini saya tidak membawa uang, dan saya tidak tahu bagaimana bisa berbuka. Lalu Allah kirimkan kalian.”
Cerita seperti ini sering terjadi dan menjadi pengingat bagi jamaah bahwa sedekah sekecil apa pun bisa menjadi jawaban atas doa orang lain. Bahkan ada yang mengatakan bahwa berbagi ifthar menjadi momen paling spiritual dalam seluruh rangkaian umrah mereka.
4. Keutamaan Sedekah Makanan dalam Bulan Ramadhan
Bulan Ramadhan adalah musim panen pahala, dan sedekah menjadi salah satu amal paling dicintai Allah, terutama sedekah makanan. Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawanannya meningkat di bulan Ramadhan.
Memberi makan orang yang lapar, apalagi yang sedang berpuasa, tidak hanya mendatangkan pahala besar, tapi juga melembutkan hati dan menghapus kesombongan. Banyak jamaah mengaku bahwa mereka merasa lebih “manusiawi” dan lebih bersyukur setelah terlibat langsung dalam aksi sosial ini.
Sedekah makanan juga menjadi cara praktis menumbuhkan empati, terutama di tempat suci. Di tanah yang penuh kemuliaan, hati manusia lebih mudah tersentuh dan diajak menuju amal yang nyata.
5. Spirit Kepedulian Sosial dalam Rangkaian Ibadah Umrah
Umrah bukan hanya ibadah individual, tetapi juga ladang untuk menumbuhkan kebiasaan berbagi dan peduli. Ketika jamaah sibuk mengejar thawaf sunnah, banyak yang lupa bahwa membantu sesama juga termasuk ibadah mulia.
Program berbagi ifthar menjadi penyeimbang spiritualitas. Di satu sisi, kita memperkuat hubungan dengan Allah; di sisi lain, kita memperluas manfaat kepada sesama. Inilah hakikat ibadah yang membumi—berakar di bumi, berpuncak ke langit.
Spirit sosial ini juga menciptakan harmoni antarsesama jamaah. Tak jarang, dari kegiatan ini lahir rasa saling menghormati, bekerja sama, bahkan menghapus sekat-sekat perbedaan sosial dan budaya.
6. Inspirasi untuk Membawa Semangat Berbagi Sepulang dari Umrah
Salah satu tanda umrah yang diterima adalah terjadinya perubahan positif sepulang dari Tanah Suci. Maka, jika selama di Mekkah kita mampu berbagi dengan mudah, mengapa tidak dilanjutkan di tanah air?
Mulailah dari yang kecil: berbagi takjil di masjid, membantu tetangga yang kekurangan, atau menyumbang makanan untuk anak yatim dan duafa. Jadikan semangat berbagi sebagai gaya hidup, bukan hanya proyek musiman.
Bagi jamaah yang pernah merasakan getaran spiritual saat memberi makan di Tanah Haram, tentu akan sulit melupakan pengalaman itu. Biarkan memori itu terus membimbing hati untuk tetap peduli, tetap berbagi, dan tetap mencintai sesama—karena itulah bentuk lain dari ibadah yang terus hidup.