Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah bukan hanya tempat ibadah biasa, tetapi dua dari tiga masjid suci yang paling dimuliakan dalam Islam. Keutamaan shalat dan ibadah di dalamnya sangat besar, namun juga menuntut kesadaran adab yang tinggi dari para jamaah. Tidak semua orang memahami tata krama yang tepat saat memasuki masjid-masjid ini, padahal adab yang baik mencerminkan penghormatan terhadap kesucian tempat dan sesama jamaah. Artikel ini mengulas enam adab utama masuk Masjidil Haram dan Masjid Nabawi agar ibadah kita lebih bernilai dan penuh berkah.

 

1. Berdoa Masuk Masjid Sesuai Sunnah

Salah satu adab yang utama saat memasuki masjid, termasuk Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, adalah membaca doa masuk masjid. Rasulullah ﷺ mengajarkan agar setiap Muslim mengucapkan: “Allahummaftah li abwaba rahmatik” (Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu). Doa ini menunjukkan bahwa seseorang masuk ke rumah Allah dengan penuh harap dan rasa butuh terhadap rahmat-Nya. Hal ini bukan sekadar rutinitas, tapi bentuk kesadaran spiritual bahwa masjid adalah tempat bertemunya hamba dengan Tuhannya.

 

Selain membaca doa, masuklah dengan mendahulukan kaki kanan dan dalam keadaan suci. Ini termasuk sunnah yang menunjukkan kehormatan terhadap tempat ibadah. Jangan lupa untuk menjaga ketenangan hati dan pikiran saat memasukinya. Dengan memperhatikan adab ini, kita mengawali setiap langkah ibadah dengan niat dan sikap yang benar, insyaAllah ibadah pun lebih diterima.

 

2. Mengutamakan Shalat Tahiyatul Masjid

Setiap kali masuk masjid, sangat dianjurkan untuk melaksanakan dua rakaat shalat tahiyatul masjid, sebagai bentuk penghormatan kepada rumah Allah. Bahkan ketika masuk ke Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, sunnah ini tetap berlaku, kecuali jika sudah masuk waktu shalat wajib.

 

Jika Anda memasuki Masjidil Haram dan melihat Ka’bah pertama kali, Anda bisa membaca takbir dan langsung berdoa dengan khusyuk. Setelah itu, jika memungkinkan, lakukan thawaf sunnah sebelum shalat tahiyatul masjid, karena thawaf di Masjidil Haram bisa menggantikan posisi tahiyatul masjid. Namun di Masjid Nabawi, shalat tahiyatul masjid tetap dilakukan seperti biasa, terutama jika Anda ingin menempati Raudhah atau tempat shalat utama.

 

Shalat ini bisa dilakukan dengan ringan, namun sangat dianjurkan untuk khusyuk karena menandai awal ibadah kita di tempat suci tersebut.

 

3. Memilih Shaf yang Rapi dan Tidak Mengganggu

Ketika mencari tempat duduk atau posisi shalat, pastikan untuk tidak melangkahi pundak orang lain atau menerobos barisan. Islam sangat menekankan etika berjamaah dan menjaga kenyamanan sesama. Jika datang lebih awal, pilihlah shaf terdepan dengan tetap memperhatikan kerapian dan keharmonisan barisan. Jangan meninggalkan jarak lebar atau membuat barisan terputus, karena hal ini bisa mengganggu kekhusyukan.

 

Jika kondisi masjid sudah padat, cukup duduk di tempat kosong terdekat tanpa memaksakan diri masuk ke tengah. Di Masjidil Haram, di sekitar Ka’bah, jamaah sering berdesakan saat thawaf. Tetap tenang dan hindari dorong-mendorong. Keteladanan dalam memilih shaf mencerminkan karakter seorang Muslim yang beradab dan menjunjung tinggi nilai kebersamaan.

 

4. Menjaga Suara agar Tidak Mengganggu Jamaah

Masjid adalah tempat untuk berdzikir dan mendekat kepada Allah, bukan tempat untuk mengobrol keras atau berbicara urusan duniawi. Sayangnya, masih banyak jamaah yang menggunakan telepon, berbicara keras, atau mengaji dengan pengeras suara tanpa memperhatikan jamaah lain.

 

Menjaga suara bukan berarti tidak boleh berbicara sama sekali, namun harus disesuaikan dengan kondisi sekitar. Bahkan, membaca Al-Qur’an pun disarankan untuk tidak mengganggu jamaah lain yang sedang shalat atau berzikir. Nabi ﷺ bersabda, “Janganlah sebagian kalian mengangkat suara atas sebagian yang lain dalam membaca Al-Qur’an.” (HR. Abu Dawud). Ini menunjukkan bahwa menjaga suara adalah bagian dari adab masjid.

 

Di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram, suasana tenang sangat dijaga oleh petugas. Sebaiknya kita pun ikut menjaga atmosfer ibadah ini dengan menahan diri dari suara berlebih.

 

5. Menghindari Foto-Foto Berlebihan di Dalam Masjid

Di era media sosial, banyak jamaah yang sibuk mengambil foto dan video selama di masjid. Meskipun tidak haram secara mutlak, namun berlebihan dalam dokumentasi bisa mengganggu ibadah dan mengurangi kekhusyukan.

 

Apalagi jika dilakukan di tengah jamaah lain, bisa mengganggu mereka yang ingin khusyuk, atau bahkan menimbulkan rasa riya’ karena niat ibadah terganggu oleh keinginan eksistensi pribadi.
Masjid bukanlah tempat pamer, tapi tempat tunduk. Gunakan kamera dengan bijak. Jika ingin mengabadikan momen, pilih waktu yang tidak mengganggu ibadah dan orang lain, serta niatkan sebagai kenangan spiritual, bukan ajang pencitraan.

 

Lebih baik fokus memperbanyak dzikir, doa, dan membaca Al-Qur’an daripada sibuk dengan ponsel dan kamera.

 

6. Niat I’tikaf Meski Singkat di Dalamnya

Salah satu keutamaan yang bisa diperoleh saat berada di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi adalah berniat i’tikaf, meski hanya sebentar. Dalam fikih, seseorang yang masuk masjid dan berniat i’tikaf akan mendapatkan pahala khusus, selama ia tidak melakukan hal yang membatalkan.

 

I’tikaf adalah ibadah yang bernilai tinggi, menandakan ketundukan total kepada Allah dan pelepasan diri dari urusan dunia. Jamaah bisa memanfaatkan waktu menunggu shalat, atau waktu luang setelah ibadah dengan berniat i’tikaf sambil berdzikir atau membaca Al-Qur’an.
Cukup dengan niat sederhana dalam hati, seperti: “Aku berniat i’tikaf di masjid ini karena Allah.”
Dengan niat ini, setiap menit yang kita habiskan di masjid akan bernilai pahala, bahkan tanpa melakukan banyak gerakan.

 

Penutup: Hadir dengan Adab, Pulang dengan Berkah

Memasuki Masjidil Haram dan Masjid Nabawi adalah anugerah besar yang tidak semua orang bisa rasakan. Karena itu, kita harus hadir dengan sikap terbaik, penuh adab dan penghormatan terhadap rumah Allah. Mulai dari niat hingga tindakan kecil seperti menjaga suara dan memilih tempat duduk, semua mencerminkan kedalaman iman dan rasa syukur. Semoga setiap langkah kita di dua masjid suci ini menjadi saksi cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya.