Masjid Nabawi adalah salah satu tempat tersuci bagi umat Islam setelah Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha. Di dalamnya terdapat makam Rasulullah ﷺ bersama dua sahabatnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab. Ziarah ke makam Rasulullah merupakan amalan yang disunnahkan dan penuh keutamaan, namun harus dilakukan dengan adab yang benar sesuai tuntunan syariat. Banyak jamaah yang tanpa sadar menjadikan ziarah ini sebagai ajang keramaian atau bahkan wisata religi tanpa memperhatikan etika Islami.
Artikel ini membahas secara rinci tentang adab mengucapkan salam di Masjid Nabawi agar jamaah tidak terjebak dalam sikap berlebihan dan tetap menjaga kesucian niat serta ketertiban ibadah.
1. Niat Menghormati Rasulullah Bukan Berlebihan
Ziarah ke makam Nabi Muhammad ﷺ adalah bentuk kecintaan seorang Muslim kepada Rasulullah. Namun, penting untuk menata niat bahwa tujuan ziarah adalah sebagai bentuk penghormatan dan bukan untuk mencari berkah dari kuburannya.
Menurut ulama, sikap berlebihan (ghuluw) terhadap Nabi, seperti menganggap beliau bisa mendatangkan manfaat atau mudarat setelah wafat, termasuk dalam perbuatan tercela. Niat harus tetap lurus bahwa salam kepada Nabi adalah bentuk adab, bukan peribadatan kepada beliau.
Ziarah ini juga menjadi kesempatan untuk memperbanyak shalawat, bukan sekadar menyapa makam. Karenanya, jamaah perlu menyadari bahwa Rasulullah telah wafat dan tidak perlu berlebih-lebihan seolah beliau masih hidup secara fisik. Dengan niat yang benar, ziarah ke makam Nabi akan menjadi ladang pahala dan penguat iman, bukan sekadar aktivitas ritual tanpa ruh.
2. Mengucapkan Salam dengan Sopan dan Pelan
Adab yang utama saat tiba di makam Rasulullah adalah mengucapkan salam dengan suara lembut dan sopan. Salam yang dianjurkan adalah:
“Assalāmu ‘alaika ayyuhan-Nabiyyu wa rahmatullāhi wa barakātuh.”
Cukup bisikkan salam di hati atau dengan suara rendah tanpa perlu menarik perhatian. Hal ini menunjukkan penghormatan dan kerendahan hati di hadapan Nabi. Sikap ini juga meneladani para sahabat dan tabi’in, yang ketika berziarah ke makam Rasulullah, mereka hanya menunduk dan berbicara lirih tanpa memancing keramaian.
Jangan menjadikan makam sebagai tempat doa panjang atau mengajukan permintaan kepada Nabi. Sampaikan salam, lalu berdoa langsung kepada Allah atas syafaat Rasulullah.
3. Tidak Mengangkat Suara Terlalu Tinggi
Mengangkat suara di masjid Nabawi, apalagi di area Raudhah atau makam Rasulullah, adalah tindakan yang tidak sesuai dengan adab Islami. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengangkat suaramu di atas suara Nabi…” (QS. Al-Hujurat: 2)
Walaupun Nabi telah wafat, ayat ini tetap berlaku dalam konteks menjaga adab di makam beliau. Hindari teriakan, nyanyian, atau pembacaan doa secara berjamaah yang mengganggu kekhusyukan jamaah lain. Jamaah yang mengangkat suara bisa ditegur oleh petugas masjid karena dianggap mengganggu suasana ibadah dan ketenangan area suci.
Sikap tenang, lembut, dan penuh khidmat mencerminkan cinta sejati kepada Rasulullah. Bukan dengan keributan, tapi dengan ketundukan hati.
4. Menghindari Kerumunan dan Dorong-Dorongan
Karena jumlah jamaah yang sangat banyak, terutama saat musim haji dan Ramadan, sering terjadi dorong-mendorong saat ingin mengucapkan salam di depan makam Nabi. Ini bukan hanya melanggar adab, tapi juga membahayakan keselamatan.
Ziarah ke makam Rasulullah tidak mengharuskan melihat langsung ke arah makam, apalagi menyentuh pagar atau berdesak-desakan di depannya. Cukup dari jarak yang aman dan tenang, sampaikan salam tanpa menciptakan kericuhan. Dorong-dorongan juga bisa membuat barang berjatuhan, jamaah lansia tergelincir, atau menimbulkan permusuhan yang bertolak belakang dengan tujuan ziarah. Jika tempat terlalu padat, lebih baik mundur dan mencari waktu lain yang lebih sepi untuk melaksanakan ziarah dengan khidmat.
5. Mengingat Tujuan Ibadah Bukan Wisata
Sayangnya, banyak jamaah yang terjebak pada euforia dokumentasi atau menjadikan ziarah ke Masjid Nabawi seperti wisata religi. Mereka sibuk mengambil foto atau selfie di depan makam Rasulullah tanpa menyadari makna spiritual di baliknya. Masjid Nabawi bukanlah tempat wisata. Ini adalah tempat ibadah dan zikir. Maka niatkan ziarah sebagai sarana memperbaiki hubungan dengan Allah, meneladani kehidupan Nabi, serta memperbanyak amal ibadah, bukan mengoleksi gambar atau video.
Mengenang Rasulullah seharusnya membangkitkan semangat meneladani akhlak beliau: jujur, sabar, tawadhu, dan penuh cinta kepada umat. Dengan niat ibadah yang benar, seluruh aktivitas di Masjid Nabawi akan bernilai amal saleh yang mendekatkan diri kepada Allah.
6. Doa Mendoakan Kebaikan untuk Diri dan Umat
Setelah mengucapkan salam kepada Rasulullah ﷺ, lanjutkan dengan doa-doa yang mencakup permohonan ampunan dan kebaikan, baik untuk diri sendiri, keluarga, maupun umat Islam secara umum.
Doa di makam Nabi sangat dianjurkan, namun bukan karena lokasi itu bisa mengabulkan doa, melainkan karena kondisi hati yang khusyuk dan penuh harap di tempat suci. Mintalah agar Allah meneguhkan iman, memberikan kekuatan menjalani hidup, dan mengampuni dosa-dosa.
Doakan pula seluruh kaum Muslimin di berbagai penjuru dunia agar diberi hidayah, keselamatan, dan persatuan. Rasulullah adalah rahmat bagi seluruh alam, maka pantas jika kita menjadikan momen ziarah ini untuk berdoa demi kebaikan seluruh umat. Dengan doa yang tulus dan niat yang benar, ziarah akan menjadi pengalaman spiritual yang mendalam dan memperkuat ikatan batin dengan ajaran Rasulullah.
Penutup: Ziarah Penuh Adab, Cermin Cinta Sejati pada Nabi
Mengucapkan salam kepada Rasulullah di Masjid Nabawi adalah amalan yang sangat dianjurkan. Namun, ia harus dilakukan dengan niat yang lurus, adab yang tinggi, dan pemahaman fikih yang benar. Jangan sampai niat ibadah berubah menjadi ajang keramaian atau bahkan kemaksiatan karena tidak menjaga etika. Semoga setiap langkah ziarah kita menjadi wasilah mendekatkan diri kepada Allah melalui kecintaan kepada Rasul-Nya yang agung.