Perjalanan menuju Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji atau umrah bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual yang penuh makna. Dalam Islam, safar atau bepergian memiliki adab-adab khusus yang dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ. Adab-adab ini tidak hanya menjadikan perjalanan lebih nyaman, tetapi juga bernilai ibadah. Apalagi safar menuju Baitullah, yang merupakan tempat paling suci di muka bumi. Dengan mengikuti sunnah Nabi dalam safar, seorang Muslim tidak hanya memperoleh keselamatan selama perjalanan, tapi juga keberkahan dan pahala yang berlipat. Artikel ini mengulas secara mendalam adab safar yang perlu diamalkan oleh para jamaah haji dan umrah agar perjalanannya menjadi momen spiritual yang sempurna.

1. Membaca Doa Safar Sebelum Berangkat
Salah satu sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah ﷺ sebelum memulai perjalanan adalah membaca doa safar. Doa ini bukan hanya formalitas, tetapi permohonan perlindungan kepada Allah agar perjalanan diberi keselamatan, kelancaran, dan berkah. Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah ﷺ mengajarkan doa safar yang sangat lengkap:
“Allāhumma hawwin ‘alainā safaranā hādzā, waṭwi ‘annā bu‘dah. Allāhumma anta aṣ-ṣāḥibu fis-safar, wal-khalīfatu fil-ahli…”
Doa ini mengandung pengakuan bahwa hanya Allah yang dapat memberi pertolongan di perjalanan dan menjaga keluarga yang ditinggalkan. Membacanya dengan khusyuk sebelum kendaraan bergerak adalah bentuk tawakal yang mendalam.
Selain doa safar utama, dianjurkan pula untuk memperbanyak bacaan dzikir, membaca istighfar, dan shalawat selama perjalanan. Ini menjadi pengantar yang menenangkan jiwa dan menyambut ibadah dengan niat bersih.
Jamaah juga sebaiknya membiasakan membaca doa ketika melewati tempat tinggi, rendah, atau saat kendaraan mulai bergerak dan berhenti, sebagaimana diajarkan Nabi ﷺ. Dengan ini, perjalanan bukan hanya aktivitas duniawi, tapi penuh dengan ingatan kepada Allah.

2. Menjaga Akhlak dan Sabar dalam Perjalanan
Safar seringkali menguji emosi dan kesabaran, terlebih ketika perjalanan panjang, lelah, atau terjadi kendala teknis. Dalam kondisi seperti ini, penting untuk menjaga akhlak dan bersikap sabar sebagaimana dicontohkan Rasulullah ﷺ yang sangat lembut dalam tutur kata dan tindakan, bahkan dalam situasi sulit.
Salah satu adab utama saat safar adalah menahan amarah. Ketika pesawat delay, antrian panjang, atau fasilitas tidak sesuai harapan, jamaah sebaiknya tetap tenang dan menerima dengan hati lapang. Mengeluh berlebihan hanya akan memperkeruh suasana dan menambah beban orang lain.
Berakhlak baik dalam safar mencakup pula berbicara sopan, tidak menyela, dan tidak memperdebatkan hal kecil yang bisa diselesaikan dengan lapang dada. Jamaah haji dan umrah adalah duta Islam yang seharusnya menampilkan akhlak terbaik selama di perjalanan.
Sabar bukan hanya sikap pasif, tetapi bentuk keteguhan hati dan kematangan ruhani. Dengan kesabaran, perjalanan menjadi ringan dan menyenangkan, serta menjadi ladang pahala yang terus mengalir hingga kembali ke tanah air.

3. Saling Membantu Sesama Penumpang
Adab safar lainnya yang sangat dianjurkan adalah saling tolong-menolong antar sesama jamaah. Dalam hadits, Rasulullah ﷺ bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Thabrani). Dalam konteks safar, manfaat ini bisa berupa bantuan sederhana yang sangat berarti.
Misalnya membantu jamaah lansia mengangkat koper, menunjukkan arah toilet, membawakan makanan, atau sekadar menemani mereka berjalan ke tempat duduk. Bantuan kecil semacam ini mempererat ukhuwah dan membuat suasana rombongan menjadi lebih hangat dan harmonis.
Terkadang ada jamaah yang baru pertama kali ke luar negeri, bingung dengan sistem bandara, atau takut tertinggal rombongan. Di sinilah pentingnya kepedulian sosial dalam safar. Jangan biarkan satu jamaah pun merasa sendirian atau terabaikan.
Saling membantu juga menjadi ladang amal yang terus mengalir, karena perjalanan ibadah ke Tanah Suci penuh dengan kesempatan meraih pahala dari setiap perbuatan baik. Bahkan, membantu orang lain dalam safar bisa menjadi penyebab Allah memudahkan ibadah kita sendiri.

4. Tidak Menyulitkan Rombongan dengan Tuntutan Pribadi
Dalam perjalanan kelompok, seperti haji dan umrah, kepentingan pribadi perlu disesuaikan dengan kepentingan bersama. Jamaah dianjurkan untuk tidak menuntut layanan atau perlakuan yang di luar kemampuan petugas atau di luar jadwal rombongan. Hal ini bisa menyebabkan ketidaknyamanan, keterlambatan, bahkan konflik internal.
Contoh tuntutan pribadi yang sering terjadi adalah meminta berhenti di tempat yang tidak dijadwalkan, menolak mengikuti jadwal karena alasan pribadi, atau membawa barang berlebih yang menyulitkan proses logistik. Perilaku ini mencerminkan kurangnya empati dan kesadaran akan pentingnya kebersamaan.
Islam sangat menekankan pentingnya tidak menyusahkan orang lain. Dalam hadits, Rasulullah ﷺ bersabda: “Seorang Muslim adalah orang yang tidak menyakiti Muslim lainnya dengan lisan dan tangannya.” Maka, sikap mengutamakan kepentingan kolektif adalah bentuk akhlak mulia dalam safar.
Mengalah dalam perkara kecil, mengikuti instruksi pembimbing, dan menjaga kekompakan rombongan adalah kunci kenyamanan bersama. Semakin tertib jamaah dalam safar, semakin khusyuk pula mereka dalam menjalankan ibadah.

5. Memanfaatkan Waktu Safar untuk Dzikir
Waktu safar merupakan momen yang sangat potensial untuk memperbanyak dzikir dan mendekatkan diri kepada Allah. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa doa orang yang sedang safar termasuk doa yang tidak tertolak. Oleh karena itu, dzikir dan doa selama perjalanan menjadi amalan yang sangat dianjurkan.
Jamaah bisa memperbanyak bacaan subhanallah, alhamdulillah, laa ilaaha illallah, allahu akbar, istighfar, dan shalawat. Selain itu, membaca Al-Qur’an secara digital di handphone juga bisa menjadi pengisi waktu yang produktif dan menenangkan hati.
Menghindari pembicaraan yang tidak bermanfaat dan menjaga pandangan selama safar juga merupakan bentuk dzikir tersendiri. Setiap detik perjalanan bisa bernilai ibadah jika hati senantiasa terhubung kepada Allah.
Biasakan juga untuk mendoakan keluarga, diri sendiri, serta kaum Muslimin secara umum. Dalam kondisi safar, pintu langit terbuka luas dan permohonan doa sangat berpotensi dikabulkan.

6. Bersyukur atas Nikmat Bisa Melaksanakan Ibadah
Tak semua orang mendapat kesempatan untuk menjejakkan kaki di Tanah Suci. Maka, safar haji dan umrah adalah anugerah besar yang patut disyukuri sepenuh hati. Bersyukur tidak hanya dengan lisan, tetapi juga dengan sikap rendah hati, tidak mengeluh, dan menjalani seluruh proses ibadah dengan penuh kesadaran.
Banyak orang yang masih menunggu antrean bertahun-tahun atau belum memiliki kemampuan finansial untuk berangkat. Maka, jamaah yang sudah diberi kesempatan seyogianya memelihara rasa syukur dengan terus berbuat baik selama safar.
Syukur juga ditunjukkan dengan tidak menyia-nyiakan waktu, menjaga adab, dan menggunakan fasilitas dengan bijak. Ketika rasa syukur mengisi hati, segala tantangan selama perjalanan akan terasa ringan dan menyenangkan.
Allah berjanji dalam Al-Qur’an: “Jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepada kalian…” (QS. Ibrahim: 7). Maka jadikan safar ini sebagai momentum memperbanyak syukur, agar ibadah ke Tanah Suci menjadi awal kehidupan yang lebih berkah.

Penutup: Safar yang Dihiasi Sunnah, Perjalanan Menuju Keberkahan
Menjalani safar menuju Tanah Suci bukan sekadar berpindah tempat, tetapi menapak jalan menuju keikhlasan dan keberkahan. Dengan mengamalkan adab-adab yang diajarkan Rasulullah ﷺ selama safar—berdoa, sabar, tolong-menolong, dan menjaga lisan—perjalanan akan terasa lebih ringan, penuh makna, dan bernilai ibadah. Setiap langkah, bila dijalani dengan adab, akan menjadi saksi amal yang kelak kembali kepada kita sebagai pahala besar.