Multazam merupakan salah satu tempat paling mustajab untuk berdoa di seluruh dunia, khususnya bagi umat Islam. Terletak di antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah, Multazam menjadi lokasi istimewa yang dipenuhi oleh limpahan rahmat dan pengabulan doa. Banyak hadis dan kisah dari para sahabat menunjukkan betapa besarnya keutamaan tempat ini.

 

Artikel ini membahas secara lengkap mengenai lokasi dan keutamaannya, dalil yang mendasarinya, jenis-jenis doa yang dianjurkan, waktu terbaik untuk berdoa, adab yang perlu diperhatikan, serta refleksi spiritual dari pengalaman bersimpuh di hadapan Multazam.

 

Lokasi dan Keutamaan Multazam

Multazam terletak di sisi timur Ka’bah, tepatnya di antara sudut Hajar Aswad dan pintu Ka’bah. Panjangnya sekitar dua meter, namun meski sempit, tempat ini menjadi tujuan utama bagi jamaah haji dan umrah untuk memanjatkan doa dengan penuh harap. Multazam disebut sebagai tempat “melekatkan diri” karena di sinilah para jamaah menempelkan dada, wajah, dan tangan sambil berdoa.

 

Keutamaan Multazam didasarkan pada riwayat-riwayat yang menyebut bahwa doa di tempat ini sangat mustajab. Syaikh bin Baz dan para ulama lain menegaskan bahwa Multazam adalah tempat doa yang dikabulkan, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat. Dalam suasana penuh keheningan, banyak hati yang luluh dan menangis di tempat ini.

 

Multazam menjadi tempat ideal untuk mencurahkan isi hati kepada Allah. Segala permohonan, baik dunia maupun akhirat, diyakini akan dijawab oleh-Nya. Keutamaannya tidak hanya karena letaknya yang strategis, tetapi juga karena kehadiran langsung di depan Ka’bah, rumah suci Allah.
Tempat ini menjadi simbol kerendahan hati dan harapan besar kepada Allah. Di sinilah, seorang hamba bisa menanggalkan segala kebesaran diri dan merendah sepenuh hati di hadapan Sang Pencipta.

 

Dalil dan Kisah Para Sahabat Berdoa di Multazam

Dalil keutamaan Multazam berasal dari beberapa atsar sahabat dan pendapat ulama. Disebutkan bahwa Abdullah bin Umar RA dan Abdullah bin Abbas RA sering berdoa di tempat ini, bahkan bersandar dan menempelkan tubuh mereka sambil menangis memohon kepada Allah. Salah satu riwayat menyebutkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Antara Rukun (Hajar Aswad) dan pintu Ka’bah disebut Multazam. Tidaklah seseorang berdoa di tempat itu kecuali Allah akan mengabulkannya.” Meskipun tidak semua hadits tentang Multazam berstatus shahih, para ulama sepakat bahwa doa di sana sangat dianjurkan.

 

Dalam kitab-kitab fiqih, disebutkan bahwa Rasulullah SAW juga pernah berdoa di Multazam meski tidak secara eksplisit dalam hadis shahih. Namun, praktik para sahabat menjadi dasar kuat dalam mengamalkan ibadah di tempat mulia ini. Kisah para salaf yang rela menunggu berjam-jam hanya untuk beberapa menit bersimpuh di Multazam menunjukkan betapa agungnya tempat ini. Pengalaman rohani di Multazam bahkan menjadi momen paling emosional bagi banyak jamaah.

 

Jenis Doa yang Disarankan di Multazam

Di Multazam, tidak ada doa khusus yang dibatasi. Seorang hamba bisa memohon segala hal yang diinginkan, baik urusan dunia maupun akhirat. Namun, doa-doa yang dianjurkan adalah permohonan ampunan, keselamatan, ketetapan iman, kemudahan rezeki, dan keberkahan hidup.
Doa untuk keluarga, anak-anak, dan masa depan juga sangat baik dipanjatkan di tempat ini. Banyak jamaah yang dengan tulus memohon dikaruniai keturunan shalih, diberi jodoh yang baik, atau dilepaskan dari hutang dan kesempitan hidup.

 

Beberapa ulama menganjurkan untuk memperbanyak doa dengan lafaz yang datang dari Al-Qur’an dan hadits. Misalnya doa sapu jagat: “Rabbanaa aatina fid-dunyaa hasanah wa fil aakhirati hasanah wa qinaa ‘adzaaban naar.” Doa ini mencakup kebaikan dunia dan akhirat. Jangan lupa untuk memohon husnul khatimah (akhir hidup yang baik) dan keberkahan umur. Di tempat mustajab seperti ini, berdoalah dengan hati penuh harap dan lisan yang jujur.

 

Waktu dan Momen yang Paling Utama untuk Berdoa

Multazam bisa didatangi kapan saja selama berada di Masjidil Haram. Namun, untuk menghindari kerumunan dan meraih kekhusyukan, waktu terbaik biasanya adalah setelah shalat Isya hingga menjelang Subuh, atau saat waktu dhuha ketika belum terlalu ramai. Beberapa jamaah memilih waktu sepertiga malam terakhir karena suasana yang lebih tenang dan spiritual. Ini juga merupakan waktu yang dikenal mustajab untuk berdoa secara umum.

 

Jika memungkinkan, manfaatkan waktu setelah thawaf, karena hati sedang berada dalam kondisi paling lembut dan penuh dzikir. Setelah menyelesaikan thawaf sunnah, jamaah bisa bergerak ke Multazam sebelum keluar dari area Ka’bah.

 

Hindari waktu-waktu padat seperti setelah shalat Jumat atau waktu puncak jamaah haji, karena biasanya penuh sesak dan mengurangi kekhusyukan. Sabar dan perencanaan yang baik sangat membantu dalam mendapatkan kesempatan terbaik.

 

Adab dan Tata Cara Berdoa di Multazam

Ketika berdoa di Multazam, disarankan untuk mendekat dengan tenang, tanpa dorong-dorongan. Tempelkan dada, wajah, dan kedua tangan ke dinding Ka’bah sambil memejamkan mata dan menyampaikan doa-doa dengan penuh ketundukan. Gunakan bahasa yang mudah dipahami, dan bicaralah langsung kepada Allah. Hindari membaca doa dari ponsel atau buku secara kaku, tapi usahakan dari hati. Berdoa dengan suara pelan, tidak mengganggu jamaah lain, dan tidak mengambil waktu terlalu lama agar memberi kesempatan kepada jamaah lainnya.

 

Jangan menyentuh Hajar Aswad atau pintu Ka’bah dengan cara yang menyakiti orang lain. Jika Multazam sangat penuh, cukup berdiri di dekatnya dan berdoa dengan niat yang sama. Kenakan pakaian yang sopan, tutupi aurat, dan pastikan wudhu masih terjaga. Ingat bahwa adab adalah bagian dari doa itu sendiri.

 

Refleksi Spiritual saat Bersimpuh di Multazam

Multazam adalah tempat yang menyentuh hati dan jiwa. Saat bersimpuh di sana, banyak jamaah merasa seakan beban hidup luruh perlahan. Suasana keheningan dan keagungan Ka’bah menghadirkan getaran yang membangkitkan air mata dan kesadaran akan kelemahan diri. Bagi banyak orang, ini menjadi momen paling pribadi bersama Allah—tanpa perantara, tanpa topeng, dan tanpa kepura-puraan. Setiap doa yang diucapkan terasa begitu jujur, seolah hati terbuka sepenuhnya.

 

Refleksi di Multazam sering kali membawa pada perubahan hidup yang nyata. Banyak yang pulang dari tanah suci dengan tekad baru, kehidupan yang lebih tertata, dan keimanan yang menguat.

 

Multazam mengajarkan bahwa harapan itu selalu ada, dan bahwa Allah Maha Mendengar, lebih dekat dari urat leher kita sendiri. Di tempat inilah, doa menjadi lebih dari sekadar permintaan—ia adalah bentuk penghambaan yang paling dalam.