Perjalanan umrah bukan sekadar wisata rohani, melainkan sebuah ibadah besar yang dimulai sejak niat di rumah hingga pulang kembali. Di sepanjang safar, setiap langkah adalah potensi pahala, dan setiap sikap adalah cerminan kualitas ibadah. Oleh karena itu, menjaga adab dan keistikamahan dalam ibadah selama perjalanan menjadi hal yang sangat penting.

 

Artikel ini membahas berbagai adab dan kiat praktis untuk menjaga kesucian ibadah selama safar menuju Tanah Suci, agar perjalanan bukan hanya sampai ke Makkah, tapi juga sampai ke hati Allah ﷻ.

 

Pentingnya Menjaga Adab Selama Safar

Safar adalah waktu yang penuh ujian. Bukan hanya fisik yang lelah, tetapi juga hati yang diuji oleh emosi, kenyamanan, dan interaksi sosial. Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa safar adalah ‘sepotong dari azab’ karena seseorang terpaksa menahan lapar, rindu keluarga, dan keluar dari zona nyamannya. Maka, menjaga adab selama perjalanan bukan hanya sopan santun biasa, tetapi bentuk ibadah itu sendiri.

 

Adab safar mencakup sopan dalam berbicara, sabar dalam menghadapi keterlambatan, tidak mengeluh berlebihan, dan menghormati sesama jamaah. Saat antre makan atau boarding, adab ini diuji. Jamaah yang sadar bahwa dirinya sedang dalam ibadah akan menjaga lisan dan sikap agar tidak menyakiti sesama.

 

Contoh sederhana, menahan diri untuk tidak berebut tempat duduk atau kamar, memberi jalan pada jamaah lain, dan menghindari bergosip di antara rombongan. Semua itu adalah bagian dari adab yang akan memperindah nilai perjalanan kita. Bila adab terjaga, suasana rombongan pun lebih tenang. Kita menjadi pribadi yang menyenangkan untuk diajak safar, dan pada akhirnya membawa ketenangan dalam ibadah.

 

Niat Ikhlas dan Menjaga Dzikir Saat di Perjalanan

Segala amal tergantung pada niatnya. Maka, niatkan sejak awal bahwa perjalanan ini semata karena Allah, bukan karena pamer, liburan, atau ikut-ikutan. Niat yang ikhlas akan menjernihkan hati dan meluruskan sikap selama safar. Dalam kendaraan, di pesawat, atau saat transit, isi waktu dengan dzikir, membaca talbiyah, istighfar, dan shalawat. Kebiasaan berdzikir ini akan menjaga hati tetap hidup meski tubuh lelah. Apalagi, perjalanan menuju Tanah Suci adalah saat-saat mustajab untuk berdoa.

 

Bawalah tasbih digital atau aplikasi dzikir untuk memudahkan. Sebisa mungkin, kurangi waktu kosong untuk kegiatan yang sia-sia seperti mengeluh, bergosip, atau bermain game berlebihan. Waktu perjalanan adalah ladang amal jika digunakan dengan bijak. Dengan dzikir yang rutin, hati menjadi ringan menghadapi berbagai ujian di perjalanan. Inilah salah satu kunci agar safar kita bernilai ibadah, bukan sekadar perjalanan fisik.

 

Menjaga Salat Fardhu dan Sunnah Saat dalam Perjalanan

Banyak jamaah menganggap bahwa shalat bisa ditunda atau diringkas sebebas mungkin saat safar. Padahal, justru saat safar, kita diberi kelonggaran bukan untuk meremehkan salat, tetapi agar tetap menegakkannya dalam kondisi terbatas. Shalat fardhu tetap wajib ditunaikan, bahkan saat transit atau di dalam pesawat jika memungkinkan. Kombinasi antara jamak dan qashar menjadi fasilitas syar’i yang memudahkan, bukan membenarkan kelalaian. Maka, pelajari waktu dan tata cara shalat saat safar sebelum berangkat.

 

Selain fardhu, shalat sunnah juga dianjurkan untuk menjaga ruhani tetap terjaga. Shalat sunnah rawatib, tahajud, dan duha bisa dilakukan di penginapan, bandara, atau sela waktu tunggu. Jamaah yang terbiasa menjaga shalat sunnah akan merasakan ketenangan batin selama perjalanan. Shalat yang terjaga selama safar menjadi tanda bahwa hati kita tetap terikat pada Allah, meski kondisi fisik dan situasi sedang berubah-ubah.

 

Sikap Sabar terhadap Kelelahan dan Gangguan

Salah satu tantangan utama dalam safar umrah adalah kelelahan fisik dan ketidaknyamanan. Perjalanan jauh, perubahan waktu, cuaca ekstrem, hingga kendala teknis seringkali memicu emosi. Maka, sabar menjadi bekal utama selama perjalanan ini. Sabar dalam menghadapi antrean, jadwal yang molor, atau rombongan yang tidak kompak adalah bagian dari ujian spiritual. Orang yang sabar selama safar tidak hanya menjaga ibadahnya, tapi juga memberi ketenangan bagi orang di sekitarnya.

 

Hadits Nabi ﷺ menyebutkan bahwa orang sabar mendapat pahala besar. Dalam konteks safar, kesabaran itu sangat bernilai karena menyangkut ibadah besar yang sedang dijalani. Tanpa kesabaran, ibadah umrah bisa ternodai oleh keluhan, pertengkaran, atau hati yang tidak ikhlas. Maka, jadikan sabar sebagai dzikir diam, dan hadapi segala hal dengan sikap husnudzan dan ridha kepada takdir Allah.

 

Keutamaan Mendoakan Sesama Selama Safar

Safar adalah momen mustajab untuk berdoa, sebagaimana disebutkan dalam banyak hadits shahih. Doa orang yang bepergian memiliki keutamaan karena ia dalam keadaan lemah, bergantung, dan jauh dari rutinitas duniawi. Inilah waktu terbaik untuk mendoakan sesama. Ajak anak-anak dan keluarga untuk saling mendoakan saat di bandara, di dalam pesawat, atau saat istirahat. Ucapkan doa-doa kebaikan untuk sahabat, guru, bahkan untuk bangsa. Doa ini tidak hanya membawa keberkahan untuk yang didoakan, tapi juga bagi yang mendoakan.

 

Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidaklah seorang muslim mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata: ‘Dan bagimu juga seperti itu’.” (HR. Muslim)

 

Budaya mendoakan sesama dalam safar akan menciptakan ikatan ruhani antarjamaah, serta memperkuat ukhuwah dan keberkahan dalam perjalanan itu sendiri.

 

Safar sebagai Ladang Pahala jika Dijalani dengan Benar

Setiap langkah dalam safar adalah peluang untuk berpahala. Bahkan lelah yang dirasakan, jika diniatkan karena Allah, menjadi sedekah ruhani. Rasulullah ﷺ bersabda,

 

Sesungguhnya Allah mencatat setiap lelah dan kepayahan yang dialami oleh seorang hamba dalam perjalanannya menuju rumah Allah sebagai pahala.” (HR. Bukhari)

 

Perjalanan umrah bukanlah pelesiran biasa, melainkan sebuah misi ruhani. Dari sejak berwudhu di bandara, menahan lapar saat transit, hingga senyum kepada petugas hotel—semuanya tercatat sebagai amal jika diniatkan karena Allah. Jangan biarkan waktu perjalanan berlalu sia-sia. Gunakan untuk memperbanyak amal ringan seperti sedekah, membantu sesama jamaah, berdzikir, atau memperbaiki niat. Perjalanan ini bisa menjadi titik balik kehidupan jika dijalani dengan kesadaran penuh.

 

Safar menjadi ladang pahala jika adab, ibadah, dan hati dijaga dengan baik. Inilah perjalanan luar biasa: bukan hanya mengunjungi Tanah Suci, tapi juga menyucikan hati selama dalam perjalanan.