Berkurban merupakan salah satu ibadah agung yang disyariatkan dalam Islam sebagai bentuk ketundukan dan ketaatan kepada Allah SWT. Dalam konteks ibadah haji, kurban memiliki kedudukan yang istimewa karena menjadi bagian dari rangkaian ibadah tertentu, khususnya dalam jenis haji tertentu seperti tamattu’ dan qiran. Ibadah kurban pada masa haji bukan hanya ibadah sunnah yang dilakukan oleh umat Islam di seluruh dunia, tapi juga menjadi salah satu kewajiban bagi sebagian jamaah haji. Artikel ini akan membahas pengertian, hukum, tata cara pelaksanaan, doa, serta makna spiritual dari berkurban selama haji.

Apa Itu Kurban dalam Ibadah Haji?
Kurban dalam ibadah haji, secara khusus dikenal dengan istilah had-yu, yaitu hewan sembelihan yang disyariatkan bagi jamaah haji sebagai bagian dari pelaksanaan manasik. Had-yu berbeda dengan kurban yang disunnahkan bagi umat Islam pada Hari Raya Idul Adha, meskipun dilakukan pada hari dan cara yang hampir sama.
Dalam ibadah haji, kurban menjadi bagian penting terutama bagi jamaah haji yang menunaikan haji dengan cara tamattu’ dan qiran. Dalam kedua jenis haji ini, jamaah diwajibkan menyembelih satu ekor kambing, atau jika tidak mampu, digantikan dengan puasa (tiga hari saat haji dan tujuh hari setelah kembali ke tanah air) sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an:
“Maka barang siapa yang mengerjakan umrah sebelum haji (dalam bulan haji), maka dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat…” (QS. Al-Baqarah: 196).
Adapun bagi jamaah yang menunaikan haji dengan cara ifrad, tidak diwajibkan berkurban kecuali jika mereka ingin melakukannya sebagai bentuk sunnah. Dengan demikian, pemahaman tentang jenis haji yang dipilih akan menentukan apakah kurban menjadi bagian dari kewajiban atau bukan.
Kurban juga menjadi bagian dari hari-hari besar ibadah haji, terutama pada 10 Dzulhijjah (Hari Nahr) hingga hari-hari Tasyriq. Pada hari-hari inilah penyembelihan dilakukan bersamaan dengan lempar jumrah aqabah dan tahallul, menandakan bahwa jamaah telah menyelesaikan sebagian besar manasik hajinya.

Hukum Berkurban bagi Jamaah Haji
Hukum berkurban dalam ibadah haji ditentukan oleh jenis haji yang dijalankan. Bagi jamaah haji tamattu’ dan qiran, berkurban (had-yu) adalah wajib, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dan diperkuat dalam hadis-hadis shahih. Jika tidak mampu berkurban, maka penggantinya adalah puasa sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah: 196.
Sementara itu, bagi jamaah yang menjalankan haji ifrad, tidak ada kewajiban menyembelih had-yu. Namun, mereka tetap dianjurkan untuk melakukan kurban (udhiyah) sebagaimana kaum muslimin lainnya yang tidak berhaji. Dalam hal ini, berkurban menjadi sunnah muakkadah, yakni sunnah yang sangat dianjurkan.
Bagi jamaah haji yang berkurban sebagai bentuk kesunnahan (udhiyah), hukum dan pelaksanaannya sama seperti yang dilakukan kaum muslimin di luar Tanah Suci. Bedanya hanya pada lokasi dan suasana ibadah yang dilakukan secara langsung di tempat yang dimuliakan Allah.
Sangat penting bagi jamaah untuk memahami perbedaan antara hadyu (kurban haji wajib) dan udhiyah (kurban Idul Adha sunnah), agar tidak terjadi kekeliruan dalam niat dan pelaksanaannya. Konsultasi dengan pembimbing ibadah atau petugas haji menjadi langkah bijak agar ibadah kurban sesuai dengan tuntunan syariat.

Tata Cara Penyembelihan Hewan Kurban
Penyembelihan hewan kurban bagi jamaah haji biasanya dilakukan di Mina, pada tanggal 10 Dzulhijjah atau pada hari-hari tasyriq (11–13 Dzulhijjah). Untuk hadyu, hewan yang disembelih bisa berupa kambing, sapi, atau unta, dengan syarat-syarat kesehatan dan umur tertentu sesuai syariat Islam.
Tata cara penyembelihan diawali dengan memastikan bahwa hewan yang dipilih adalah sehat, tidak cacat, cukup umur, dan dibeli dengan harta yang halal. Kemudian hewan dihadapkan ke arah kiblat, dan penyembelih membaca:
“Bismillahi Allahu Akbar. Allahumma hadza minka wa laka.”
(Dengan nama Allah, Allah Mahabesar. Ya Allah, ini dari-Mu dan untuk-Mu).
Di era modern, penyembelihan biasanya dilakukan melalui layanan kupon atau wakalah kepada petugas resmi, seperti yang difasilitasi oleh pemerintah Arab Saudi atau agen travel resmi. Meskipun tidak menyaksikan secara langsung, jamaah tetap dianggap telah melaksanakan kewajiban berkurban jika sudah menyerahkan dana dan niat kepada pihak terpercaya.
Setelah penyembelihan, sebagian daging hadyu boleh dimakan oleh jamaah haji, dan sisanya disalurkan kepada fakir miskin. Ini mencerminkan semangat berbagi dan sosial dalam ibadah haji. Penyaluran daging kurban juga menjadi bagian dari pelayanan logistik yang terorganisasi dengan baik di Mina dan Makkah.

Hikmah dan Makna Berkurban dalam Haji
Ibadah kurban dalam haji bukan hanya soal menyembelih hewan, tetapi memiliki makna spiritual yang sangat dalam. Ia adalah simbol ketundukan total kepada perintah Allah SWT, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS dan putranya Nabi Ismail AS. Perintah menyembelih menjadi ujian keimanan terbesar yang diabadikan dalam sejarah.
Melalui kurban, jamaah haji diingatkan bahwa ketaatan kepada Allah harus mengalahkan segala rasa cinta duniawi, bahkan kepada anak atau harta. Berkurban juga mengajarkan keikhlasan, bahwa segala amal hanya untuk mencari ridha Allah semata, bukan untuk dipuji atau disanjung manusia.
Makna sosial dari kurban pun tidak bisa diabaikan. Dalam haji, daging kurban didistribusikan kepada fakir miskin, menunjukkan bahwa Islam sangat menjunjung tinggi nilai solidaritas dan kepedulian sosial. Ini menjadi pelajaran bahwa ibadah tidak hanya vertikal, tetapi juga horizontal.
Kurban juga melatih seorang muslim untuk berkorban, baik dalam bentuk harta, tenaga, maupun ego. Di tengah banyaknya aktivitas ibadah haji, berkurban menjadi simbol nyata dari kesiapan melepaskan sebagian milik kita demi perintah Allah. Semangat ini akan terbawa hingga setelah kembali ke tanah air.

Doa yang Dapat Dibaca saat Berkurban
Doa adalah bagian tak terpisahkan dalam setiap ibadah, termasuk saat menyembelih hewan kurban. Niat dan bacaan yang benar akan menyempurnakan amal serta menambah keberkahan. Berikut adalah doa yang dapat dibaca saat menyembelih kurban:
Doa niat:
“Bismillahi wallahu akbar. Allahumma hadzihi minka wa laka, Allahumma taqabbal minni.”
(Dengan nama Allah dan Allah Mahabesar. Ya Allah, ini dari-Mu dan untuk-Mu. Ya Allah, terimalah dariku.)
Jika berkurban atas nama orang lain (misalnya keluarga), maka ditambahkan:
“Allahumma taqabbal min fulan (sebutkan nama orangnya).”
Selain itu, dianjurkan memperbanyak takbir, tahlil, dan tahmid pada hari-hari kurban. Ini sebagai bentuk pengagungan kepada Allah SWT yang telah memberi nikmat dan kesempatan menjalankan ibadah ini.
Doa-doa lain yang berkaitan dengan keikhlasan, penerimaan amal, serta permohonan keberkahan bagi keluarga dan umat Islam juga sangat dianjurkan untuk dilantunkan. Berdoalah dengan penuh khusyuk dan keyakinan bahwa Allah Maha Mendengar dan Maha Penerima doa.

Penutup
Berkurban dalam ibadah haji merupakan ibadah yang sangat mulia dan sarat makna. Baik sebagai bagian dari kewajiban hadyu maupun sunnah udhiyah, kurban menunjukkan bentuk ketaatan dan keikhlasan yang tinggi kepada Allah SWT. Dengan memahami hukum, tata cara, serta doa yang dianjurkan, jamaah haji dapat melaksanakan kurban dengan benar dan penuh penghayatan. Semoga setiap tetes darah kurban menjadi saksi ketaatan kita, dan menjadi sebab turunnya keberkahan serta dikabulkannya doa-doa selama berada di Tanah Suci.