Dalam rangkaian ibadah haji dan umrah, salah satu rukun yang wajib dilaksanakan adalah Sa’i, yaitu berjalan bolak-balik antara Bukit Shafa dan Marwah. Ibadah ini bukan sekadar rutinitas fisik, melainkan mengandung makna spiritual yang dalam dan sarat dengan keteladanan dari perjuangan seorang ibu: Siti Hajar. Meneladani kisah ini, umat Islam diajak untuk merefleksikan nilai kesabaran, tawakal, dan ikhtiar dalam menghadapi ujian kehidupan. Artikel ini menguraikan pengertian, tata cara, keutamaan, doa, dan hikmah di balik ibadah Sa’i agar umat Islam dapat memaknainya secara lebih utuh.
Apa Itu Sa’i dan Sejarahnya dalam Ibadah Haji dan Umrah
Sa’i adalah salah satu rukun dalam ibadah haji dan umrah yang dilakukan dengan berjalan bolak-balik sebanyak tujuh kali antara Bukit Shafa dan Marwah, yang kini berada di dalam area Masjidil Haram. Praktik ini mengabadikan kisah nyata perjuangan Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim AS, saat ia mencari air untuk putranya, Nabi Ismail AS, di tengah padang pasir Makkah yang tandus.
Dalam kondisi kehausan dan tanpa bekal, Siti Hajar berlari-lari kecil antara dua bukit itu dalam upaya menemukan sumber kehidupan. Berkat kegigihan dan tawakalnya, Allah SWT kemudian memunculkan air zamzam dari bawah kaki Ismail. Kisah ini kemudian diabadikan sebagai bagian dari ibadah umat Islam hingga akhir zaman.
Dengan demikian, Sa’i bukan sekadar gerakan fisik, melainkan bentuk penghormatan terhadap perjuangan seorang ibu yang luar biasa. Lebih jauh lagi, Sa’i juga melambangkan usaha manusia yang tidak boleh terlepas dari doa dan keimanan kepada Allah SWT. Ini adalah bukti bahwa pertolongan Allah datang setelah adanya usaha maksimal dari hamba-Nya.
Sa’i telah menjadi ibadah yang terus dijaga keasliannya sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga hari ini. Bahkan, dalam hadis disebutkan bahwa beliau bersabda: “Lakukanlah Sa’i, karena sesungguhnya Allah telah mewajibkannya atas kalian.” (HR. Ahmad). Maka dari itu, pemahaman sejarah Sa’i akan semakin memperkuat kekhusyukan dan rasa syukur dalam melaksanakannya.
Tata Cara Melaksanakan Sa’i yang Benar
Sa’i dimulai setelah melaksanakan tawaf. Lokasi awalnya adalah Bukit Shafa dan berakhir di Marwah. Sebelum memulai, disunnahkan berdiri di atas Shafa, menghadap Ka’bah, lalu membaca doa dan takbir: “Innaṣ-Ṣafā wal-Marwata min sya‘ā’irillāh…” sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 158. Setelah itu, jamaah memulai perjalanan dari Shafa menuju Marwah.
Jarak antara kedua bukit sekitar 400 meter, sehingga total perjalanan bolak-balik menjadi sekitar 2,8 kilometer. Sa’i dilakukan sebanyak tujuh kali, dengan urutan ganjil berakhir di Marwah. Saat berjalan dari Shafa ke Marwah dihitung satu putaran, lalu Marwah ke Shafa adalah putaran berikutnya, dan seterusnya.
Ada bagian khusus dalam lintasan Sa’i yang ditandai dengan lampu hijau, yang disebut milain akhdharain. Di area ini, bagi laki-laki disunnahkan untuk berlari-lari kecil (raml), sementara perempuan tetap berjalan biasa karena menjaga adab dan aurat. Jamaah diperbolehkan beristirahat sejenak di sela-sela putaran jika merasa lelah, selama tetap menjaga niat dan konsentrasi.
Setelah menyelesaikan tujuh putaran, jamaah bisa berdoa di Marwah sebagai penutup Sa’i. Bagi yang melakukan umrah, tahallul dilakukan segera setelahnya sebagai rukun penutup. Bagi jamaah haji, pelaksanaan Sa’i bisa dilakukan setelah thawaf ifadah tergantung pada jenis manasik haji (tamattu’, ifrad, atau qiran).
Keutamaan Sa’i dalam Ibadah Umrah dan Haji
Sa’i memiliki keutamaan besar dalam menyempurnakan ibadah haji dan umrah. Tanpa Sa’i, kedua ibadah ini tidak sah karena merupakan bagian dari rukun. Sa’i merupakan simbol perjuangan dan kesungguhan seorang hamba dalam mencari ridha Allah SWT. Oleh karena itu, setiap langkah dalam Sa’i memiliki nilai spiritual dan pahala yang tinggi di sisi Allah.
Melalui Sa’i, Allah SWT ingin menunjukkan bahwa usaha manusia tidak akan sia-sia jika dibarengi dengan keimanan dan tawakal. Seperti yang dialami Siti Hajar, saat tidak ada air, ia tetap bergerak dan berikhtiar tanpa menyerah. Maka Sa’i menjadi cermin bahwa seorang Muslim pun harus terus berusaha dalam hidupnya sembari berserah diri kepada takdir Allah.
Sa’i juga memberikan keteladanan luar biasa dalam hal pengorbanan dan kepemimpinan seorang ibu. Siti Hajar menjadi contoh bahwa perempuan dalam Islam memiliki peran penting yang diakui dan diabadikan oleh Allah SWT dalam ibadah sepanjang masa. Ini menunjukkan bahwa Islam sangat menjunjung tinggi perjuangan kaum wanita.
Keutamaan lainnya adalah bahwa setiap langkah dalam Sa’i merupakan bentuk dzikir dan pengingat kepada Allah. Banyak ulama menyatakan bahwa Sa’i mengajarkan kesabaran, ketekunan, dan pentingnya tidak putus harapan terhadap rahmat Allah. Maka, orang yang bersa’i dengan penuh keikhlasan dan kesadaran akan merasakan kebahagiaan dan ketenangan dalam hati.
Doa yang Disarankan saat Melakukan Sa’i
Tidak ada doa khusus yang diwajibkan selama melaksanakan Sa’i. Namun, sangat dianjurkan untuk memperbanyak dzikir, istighfar, dan doa pribadi sepanjang perjalanan dari Shafa ke Marwah. Salah satu bacaan yang dianjurkan saat berdiri di Shafa atau Marwah adalah:
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Laa ilaaha illallah wahdahu laa syarika lah. Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai’in qadir.”
Jamaah juga bisa membaca doa-doa yang terdapat dalam Al-Qur’an atau hadis, seperti:
Doa memohon ampunan: “Astaghfirullah al-‘azhim alladzi laa ilaaha illa Huwa al-Hayyul Qayyum wa atuubu ilaih.”
Doa untuk keluarga dan kebaikan dunia akhirat: “Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyyatina qurrata a’yun…” (QS. Al-Furqan: 74)
Yang paling penting dalam Sa’i adalah menghadirkan kekhusyukan hati dan menyampaikan doa-doa dengan penuh pengharapan. Karena tempat ini sangat mulia, maka jangan sia-siakan kesempatan untuk memohon sebanyak mungkin kepada Allah SWT.
Selain doa personal, jamaah juga dianjurkan untuk mendoakan umat Islam secara umum, seperti keselamatan bangsa, kesehatan orang tua, atau keberkahan dalam usaha. Ini adalah bentuk solidaritas spiritual yang menjadi ruh dari ibadah-ibadah di Tanah Suci.
Hikmah dan Pelajaran dari Sa’i antara Safa dan Marwah
Sa’i mengajarkan kepada kita bahwa dalam hidup, ujian akan selalu datang. Namun, seperti halnya Siti Hajar, kita dituntut untuk tidak diam, melainkan berusaha mencari solusi terbaik sambil tetap bersandar penuh pada Allah. Dari sinilah kita memahami bahwa Allah tidak hanya melihat hasil, tetapi juga niat dan proses perjuangan hamba-Nya.
Pelajaran besar dari Sa’i adalah pentingnya kombinasi antara ikhtiar dan tawakal. Manusia tidak cukup hanya berdoa tanpa usaha, begitu juga sebaliknya. Sa’i menjadi simbol bahwa keberhasilan hidup memerlukan ketekunan, semangat pantang menyerah, serta kesabaran dalam menghadapi proses.
Hikmah lain yang bisa diambil adalah pentingnya peran keluarga, terutama seorang ibu. Kisah Siti Hajar bukan sekadar sejarah, melainkan bukti bahwa keteladanan, keimanan, dan cinta orang tua terhadap anaknya memiliki kekuatan spiritual yang luar biasa.
Sa’i juga menunjukkan kepada kita bahwa meski tampak kecil, setiap langkah kita dalam kebaikan akan bernilai besar di sisi Allah. Tidak ada usaha yang sia-sia bila dilakukan dengan niat lillahi ta’ala. Ini menjadi motivasi agar setiap Muslim terus berjuang, walaupun hasilnya belum terlihat dalam waktu singkat.
Akhirnya, Sa’i adalah cermin perjalanan hidup. Di sana ada lelah, ada harap, ada tangis, dan akhirnya ada kelegaan ketika sampai di Marwah. Maka, Sa’i bukan hanya ibadah gerakan, melainkan perjalanan jiwa menuju pengakuan bahwa segala sesuatu kembali kepada Allah, Sang Pemberi Rezeki dan Penentu Takdir.