Baitullah di Masjidil Haram adalah tempat berkumpulnya umat Islam dari seluruh penjuru dunia dalam satu tujuan: menyembah Allah ﷻ. Di tempat mulia ini, jutaan jamaah melakukan thawaf, shalat, dan berdoa dalam suasana khusyuk. Namun, karena padatnya pengunjung, sering terjadi desakan, kesalahpahaman, atau bahkan sikap tidak sadar yang justru mengganggu kekhusyukan ibadah sesama.

 

Oleh karena itu, penting bagi setiap jamaah untuk memahami adab dan hak-hak sesama muslim di sekitar Ka’bah, agar ukhuwah Islamiyah tetap terjaga dan ibadah pun diterima dengan penuh berkah.

 

Hak Setiap Muslim untuk Thawaf dan Shalat di Sekitar Ka’bah

Setiap Muslim memiliki hak yang sama untuk melakukan thawaf dan shalat di sekitar Ka’bah, tanpa memandang status sosial, kebangsaan, atau kelompok. Allah ﷻ berfirman:

 

Dan sucikanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan sujud.” (QS. Al-Baqarah: 125)

 

Ayat ini menunjukkan bahwa Masjidil Haram adalah rumah Allah yang diperuntukkan bagi semua hamba-Nya. Tidak ada satu pun individu atau kelompok yang berhak menguasai atau membatasi ruang ibadah, kecuali dengan aturan syar’i yang bertujuan menjaga keamanan dan kenyamanan bersama.

 

Oleh karena itu, menghormati ruang ibadah orang lain di sekitar Ka’bah adalah wujud ketaatan kepada Allah dan penghormatan terhadap sesama Muslim. Termasuk di dalamnya adalah tidak memaksakan diri untuk berada di tempat tertentu jika itu mengganggu orang lain yang sedang shalat atau berdoa.

 

Adab dalam Berdesakan dan Menjaga Ketenangan

Kondisi padat saat thawaf dan shalat di Masjidil Haram adalah sesuatu yang hampir pasti terjadi, terutama di musim puncak haji dan umrah. Dalam situasi seperti ini, adab Islam mengajarkan kesabaran, kelembutan, dan sikap tidak egois. Rasulullah ﷺ bersabda:

 

Seorang Muslim adalah orang yang kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Jangan mendorong dengan keras, menyeletuk dengan kasar, atau memaksakan jalur saat ingin dekat ke Ka’bah. Jika tidak memungkinkan untuk berada di lantai dasar karena penuh, gunakan lantai atas yang disediakan. Suasana khusyuk sangat mungkin terwujud bila setiap jamaah berusaha menjaga suara, pandangan, dan gerakan tubuhnya agar tidak mengganggu sekitar.
Berdesakan bukanlah alasan untuk melupakan akhlak. Justru dalam kondisi seperti itu, kepribadian Islam sejati diuji.

 

Larangan Menghalangi atau Mengusir Jamaah Lain

Tindakan menghalangi orang yang ingin thawaf atau shalat, seperti memblokir jalan thawaf, menduduki tempat shalat dengan alasan ‘kelompok’ tertentu, atau mengusir jamaah dari spot yang dianggap milik kelompok sendiri, termasuk pelanggaran terhadap hak saudara Muslim. Hal ini bertentangan dengan prinsip adil dan kasih sayang dalam Islam.

 

Masjidil Haram bukan tempat eksklusif untuk siapa pun. Mengusir atau menyuruh orang pindah tempat tanpa alasan syar’i, apalagi hanya karena perbedaan budaya atau penampilan, dapat menimbulkan perpecahan dan menyakiti hati sesama jamaah. Rasulullah ﷺ tidak pernah membeda-bedakan jamaah saat beliau mengimami shalat atau mengatur barisan. Semua sahabat diberi ruang untuk dekat dengan beliau berdasarkan datang lebih dahulu, bukan karena status atau asal.

 

Menumbuhkan Empati terhadap Sesama Penziarah

Empati adalah kunci untuk menghadirkan ukhuwah yang nyata di Baitullah. Ingatlah bahwa setiap jamaah datang dengan cerita hidupnya sendiri: ada yang membawa doa anak sakit, utang yang menumpuk, permohonan ampun, atau keinginan kembali ke jalan Allah. Mengganggu mereka berarti menghalangi momen suci antara hamba dan Rabb-nya.

 

Bayangkan jika posisi kita diganti—kita yang sedang sujud atau thawaf, lalu didorong atau dipaksa pindah. Maka, letakkan hati di posisi orang lain sebelum bertindak. Empati juga berarti membantu jamaah lansia, membukakan jalan bagi wanita yang membawa anak, atau mempersilakan orang lain lebih dulu saat mengambil air zamzam. Sikap-sikap kecil seperti ini bisa menjadi amalan besar di sisi Allah.

 

Keutamaan Mengalah Demi Kenyamanan Orang Lain

Mengalah bukan berarti kalah, tapi tanda kekuatan jiwa dan ketinggian akhlak. Dalam hadits disebutkan:

 

Barangsiapa yang menghindari perdebatan padahal dia dalam posisi benar, maka dibangunkan baginya rumah di surga yang paling tinggi.” (HR. Abu Dawud)

 

Ketika berada di Masjidil Haram, mengalah dalam antrean, merelakan posisi yang sudah ditempati, atau tidak memaksakan diri ke depan saf adalah perbuatan yang dicintai Allah. Allah melihat hati yang lembut, bukan hanya fisik yang berada paling dekat ke Ka’bah. Semakin besar keinginan kita untuk mendahulukan orang lain, semakin besar pula keberkahan yang Allah berikan dalam ibadah kita.

 

Spirit Ukhuwah Saat Bersama di Masjidil Haram

Masjidil Haram adalah tempat berkumpulnya umat dari berbagai negara, bahasa, dan warna kulit. Perbedaan ini bukan pemisah, melainkan penguat ukhuwah. Di sinilah nyata bahwa umat Islam adalah satu tubuh. Allah berfirman:

 

Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.” (QS. Al-Hujurat: 10)

 

Jamaah Indonesia, Afrika, Eropa, hingga Timur Tengah semua menyatu dalam satu barisan shalat. Maka, semangat persaudaraan harus lebih kuat dari perbedaan budaya. Jangan saling mendahului dalam berebut tempat, tapi berlombalah dalam saling membantu dan menebar senyum.

 

Jika kita mampu menjaga ukhuwah dan saling menghormati dalam ibadah, maka Masjidil Haram bukan hanya menjadi tempat suci, tapi juga pintu pembuka rahmat dan kedamaian untuk umat seluruh dunia.