Bagi setiap Muslim yang berangkat haji atau umrah, momen pertama kali memasuki Mekkah menjadi salah satu titik paling menggetarkan dalam hidup. Kota ini bukan kota biasa, melainkan Tanah Haram yang penuh kesucian dan keberkahan. Karena itu, Islam mengatur secara rinci tata cara masuk Mekkah dan pelaksanaan ibadah haji berdasarkan sunnah Rasulullah ﷺ. Hadits-hadits shahih, termasuk yang tercantum dalam Bulughul Maram, menjadi dasar utama untuk memastikan bahwa ibadah ini sah, penuh adab, dan bernilai tinggi di sisi Allah ﷻ.

 

Tata Cara Masuk Mekkah Sesuai Hadits Nabi ﷺ

Rasulullah ﷺ memberi contoh adab dan tata cara masuk Mekkah dengan penuh kekhusyukan. Dalam beberapa riwayat disebutkan, saat Rasulullah ﷺ memasuki Mekkah dalam keadaan ihram, beliau membaca doa dan menunjukkan sikap tawadhu. Tata cara ini diajarkan bukan hanya sebagai bentuk adab, tapi juga pengingat bahwa kita tengah memasuki Tanah Suci yang dimuliakan oleh Allah.

 

Di antara sunnahnya adalah masuk melalui Tan’im atau tempat miqat, kemudian memperbanyak talbiyah, dzikir, dan doa selama perjalanan. Setelah memasuki batas haram, jamaah dianjurkan untuk menghentikan talbiyah sebelum melihat Ka’bah dan menggantinya dengan doa dan dzikir penuh haru.

 

Masuk Mekkah bukan sekadar langkah fisik, tetapi langkah ruhani. Karenanya, dianjurkan untuk mempersiapkan diri dengan hati yang bersih, niat yang lurus, serta memperbanyak istighfar dan doa agar seluruh rangkaian ibadah diterima oleh Allah ﷻ.

 

Bulughul Maram Bab Tata Cara Masuk Mekkah

Kitab Bulughul Maram karya Ibnu Hajar al-Asqalani mencantumkan hadits-hadits shahih yang berisi panduan teknis masuk ke Mekkah dan pelaksanaan haji. Di antaranya, disebutkan hadits bahwa Rasulullah ﷺ memasuki Mekkah dari arah atas (melalui Kadā’) dan keluar dari arah bawah (melalui Kada’), sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

 

Hadits-hadits dalam Bab Dukhul Makkah menjelaskan bahwa memasuki Mekkah memiliki tata cara khusus, baik dari sisi jalur, adab, maupun doa. Kitab ini menjadi rujukan penting bagi para jamaah dan pembimbing haji agar seluruh aktivitas di Tanah Suci bersandar pada sunnah. Ibnu Hajar juga menekankan pentingnya menghindari inovasi (bid’ah) dalam tata cara ibadah. Setiap amal yang tidak berdasar dalil, apalagi jika meniru-niru perbuatan jahiliah atau dicampur dengan unsur syirik, wajib ditinggalkan.

 

Larangan dan Adab Saat Memasuki Kota Suci

Tanah Haram bukan tempat biasa. Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa siapa pun yang memasukinya, harus menjaga lisannya, sikapnya, dan perbuatannya. Tidak boleh berburu, mencabut tanaman liar, atau menakut-nakuti orang lain. Semua larangan ini menunjukkan bahwa Mekkah adalah zona suci yang dijaga Allah langsung.

 

Jamaah haji dan umrah ditekankan untuk tidak mengucapkan kata-kata kotor, tidak bertengkar, dan tidak menyakiti sesama selama berada di Mekkah. Bahkan berbicara keras atau tertawa berlebihan pun tidak disukai. Sikap tawadhu, tenang, dan penuh dzikir adalah adab yang seharusnya dibawa setiap Muslim.

 

Mengambil foto secara berlebihan, sibuk dengan ponsel, atau terlalu fokus pada dokumentasi bisa mengurangi kekhusyukan. Jangan sampai momen suci ini hilang maknanya karena lalai menjaga adab dan niat.

 

Waktu-Waktu Utama untuk Melaksanakan Thawaf

Thawaf bisa dilakukan kapan saja, tetapi ada waktu-waktu yang lebih utama menurut sunnah. Rasulullah ﷺ sendiri memulai dengan thawaf qudum (thawaf saat pertama kali tiba di Mekkah) sebagai penghormatan kepada Baitullah. Setelah itu ada thawaf ifadah, thawaf sunnah, dan thawaf wada’ yang semuanya memiliki waktu dan tata cara masing-masing.

 

Waktu terbaik untuk thawaf adalah saat malam hari, karena suasana lebih tenang, suhu lebih sejuk, dan jamaah bisa lebih khusyuk. Namun, thawaf tetap sah dilakukan kapan pun, selama tidak melanggar aturan dan syarat ihram.

 

Dalam Bulughul Maram juga dijelaskan bahwa Rasulullah ﷺ melakukan thawaf tujuh putaran dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir di tempat yang sama, serta membaca doa-doa yang disunnahkan selama thawaf. Penting untuk mengikuti tata cara ini agar thawaf menjadi sah dan bernilai ibadah.

 

Praktik Sunnah Saat Pertama Kali Melihat Ka’bah

Salah satu momen yang paling emosional adalah ketika mata pertama kali melihat Ka’bah. Dalam hadits riwayat Baihaqi dan beberapa atsar dari para salaf, disebutkan bahwa saat pertama kali melihat Ka’bah, dianjurkan untuk berdoa penuh khusyuk karena doanya mustajab.
Beberapa ulama menganjurkan membaca:

Allāhumma zid hadzā al-bayta tasyrīfan wa ta’dhīman wa mahābatan…

 

Doa ini menunjukkan rasa takjub dan kekaguman atas kebesaran Allah dan kesucian rumah-Nya. Jamaah juga bisa memohon ampunan, keberkahan, serta haji yang mabrur. Menjaga pandangan dan kekhusyukan saat melihat Ka’bah adalah bagian dari sunnah batiniah. Jangan sampai sibuk dengan foto atau video sehingga momen istimewa itu kehilangan nilai spiritualnya.

 

Refleksi Batin Ketika Memasuki Baitullah

Memasuki Baitullah bukan sekadar langkah kaki, melainkan langkah hati. Di sinilah tempat segala dosa diampuni, doa diangkat, dan hati kembali disucikan. Jamaah dianjurkan untuk merenungi perjalanan hidupnya, memohon ampunan atas segala kesalahan, dan berniat sungguh-sungguh untuk berubah menjadi pribadi yang lebih taat.

 

Banyak jamaah menangis saat pertama kali menatap Ka’bah—bukan karena bangunannya, tapi karena kehadiran spiritual Allah terasa begitu dekat. Inilah puncak dari perjalanan ibadah: perasaan bahwa kita datang sebagai hamba yang hina, yang rindu akan rahmat dan kasih sayang-Nya.

 

Refleksi ini penting untuk membawa perubahan. Jangan sampai haji dan umrah hanya menjadi rutinitas ibadah tanpa makna. Niat yang tulus, adab yang dijaga, serta pemahaman fiqih yang benar akan menjadikan setiap langkah di Tanah Haram bernilai tinggi di sisi Allah ﷻ.