Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib ditunaikan bagi Muslim yang mampu, baik secara fisik maupun finansial. Namun, banyak jamaah yang masih kebingungan dengan tahapan-tahapan haji, dari ihram hingga tahallul.
Artikel ini hadir sebagai panduan lengkap dan ringkas untuk memahami urutan ibadah haji secara sistematis, sekaligus memperkuat niat, kesadaran, dan akhlak selama berhaji.
Tata Cara Niat Ihram dan Berpakaian Sesuai Sunnah
Tahapan haji dimulai dari ihram, yaitu niat masuk ke dalam ibadah haji. Ihram dilakukan dari miqat—lokasi yang telah ditentukan oleh Rasulullah ﷺ tergantung dari arah datangnya jamaah. Jamaah pria mengenakan dua kain putih tanpa jahitan, sedangkan wanita memakai pakaian biasa yang sopan, longgar, dan tidak menarik perhatian.
Setelah berpakaian ihram, jamaah dianjurkan untuk shalat sunnah dua rakaat, lalu mengucapkan niat haji: “Labbaika Hajjan” (Aku datang memenuhi panggilan-Mu untuk berhaji). Sejak saat itu, jamaah masuk ke dalam kondisi ihram dan terikat pada larangan-larangan tertentu, seperti memotong kuku, mencukur rambut, memakai wangi-wangian, dan berhubungan suami-istri. Dalam keadaan ini, hati dan lisan harus dijaga dengan membaca talbiyah, dzikir, dan memperbanyak doa.
Perjalanan Menuju Arafah dan Keutamaan Wukuf
Salah satu puncak dari ibadah haji adalah wukuf di Arafah. Rasulullah ﷺ bersabda: “Haji itu adalah Arafah.” (HR. Abu Dawud). Pada tanggal 9 Dzulhijjah, jamaah bergerak ke Padang Arafah setelah matahari tergelincir. Di sinilah jamaah menghabiskan waktu untuk berdoa, bermuhasabah, dan memperbanyak istighfar hingga matahari terbenam. Momen ini disebut sebagai puncak haji, di mana ampunan Allah tercurah bagi mereka yang hadir dengan hati yang tunduk.
Wukuf di Arafah tidak harus di tempat tertentu, asal berada di dalam batas wilayah Arafah dan waktunya masih valid. Bagi yang sakit atau tidak mampu, cukup diwakilkan niatnya atau dibantu kursi roda. Yang terpenting adalah kehadiran hati, bukan sekadar fisik.
Panduan Singkat Urutan Kegiatan Haji Wajib
Setelah wukuf, jamaah bergerak menuju Muzdalifah untuk bermalam atau singgah sejenak (mabit). Di sana jamaah mengumpulkan kerikil untuk lempar jumrah dan mengerjakan salat Maghrib serta Isya dijamak. Esok harinya (10 Dzulhijjah), jamaah menuju Mina untuk melempar jumrah aqabah dengan tujuh batu kecil.
Urutan kegiatan wajib haji setelahnya antara lain:
- Penyembelihan hewan qurban (bagi yang haji tamattu’ atau qiran).
- Tahallul pertama: mencukur atau memotong rambut.
- Thawaf Ifadhah dan Sa’i, dilakukan setelah kembali ke Masjidil Haram.
- Jamaah kemudian kembali ke Mina untuk mabit selama hari-hari Tasyriq (11–13 Dzulhijjah) dan melakukan lempar jumrah tiga lokasi: ula, wustha, dan aqabah. Semua ini harus dilakukan dengan tertib, menjaga adab dan keselamatan sesama.
Penjelasan tentang Lempar Jumrah dan Mabit di Muzdalifah
Lempar jumrah adalah simbol penolakan terhadap godaan setan, meniru peristiwa Nabi Ibrahim yang digoda saat hendak menyembelih Ismail. Lemparan ini tidak untuk mencederai, melainkan bentuk ibadah simbolik yang penuh makna. Di Muzdalifah, jamaah dianjurkan untuk tidur atau sekadar singgah hingga menjelang subuh, sebagai bentuk tunduk kepada syariat. Banyak hikmah dalam mabit ini: mengajarkan kesabaran, kebersamaan, dan sikap tawadhu karena tidur di tanah lapang bersama ribuan orang dari berbagai bangsa.
Penting untuk menjaga kesabaran dan ketertiban saat melempar jumrah, karena area tersebut sangat padat. Jangan memaksakan diri dan ikuti petunjuk petugas agar ibadah tetap sah dan aman.
Tahallul dan Penyembelihan Hewan Qurban
Tahallul adalah keluar dari larangan ihram, ditandai dengan mencukur atau memotong rambut. Bagi laki-laki dianjurkan mencukur habis, sedangkan wanita cukup memotong sekitar satu ruas jari.
Penyembelihan hewan qurban merupakan rukun penting dalam haji tamattu’ dan qiran, sebagai bentuk syukur dan mengikuti sunnah Nabi Ibrahim. Daging qurban dibagikan kepada fakir miskin di sekitar Mekkah, sebagai wujud solidaritas sosial. Setelah tahallul dan thawaf ifadhah, jamaah telah bebas dari sebagian besar larangan ihram, kecuali berhubungan suami-istri yang baru diizinkan setelah thawaf ifadhah.
Evaluasi Diri di Setiap Tahapan Ibadah
Setiap tahapan dalam haji bukan hanya ritual fisik, tapi juga evaluasi batin. Mulai dari ihram yang melatih kesederhanaan, Arafah yang mengajak merenung, hingga lempar jumrah yang mendidik agar tegas terhadap hawa nafsu.
Jamaah sebaiknya menjadikan perjalanan haji sebagai peta transformasi diri. Bertanya dalam hati: ‘Apakah aku lebih sabar setelah wukuf?’, ‘Apakah aku bisa meninggalkan dosa setelah melempar jumrah?’, ‘Apakah aku lebih zuhud setelah bermalam di Mina?’.
Haji adalah perjalanan pulang, bukan hanya ke Tanah Air, tapi pulang kepada fitrah jiwa yang bersih dan tunduk kepada Allah. Maka jangan biarkan kelelahan fisik mengalahkan tujuan spiritual.