Banyak jamaah beranggapan bahwa persiapan umrah hanya sebatas mengepak koper dan membawa paspor. Padahal, menurut Ustadz Adi Hidayat (UAH), umrah bukan sekadar perjalanan fisik, tapi juga perjalanan ruhani. Maka, persiapannya pun harus menyeluruh: dari barang yang dibawa hingga kesiapan hati yang matang. Dalam berbagai pembekalan, UAH membagikan panduan lengkap persiapan umrah agar jamaah tidak hanya siap secara logistik, tapi juga secara spiritual dan mental. Artikel ini menyajikan checklist umrah dari UAH—mulai dari rumah hingga tiba di Tanah Suci.
Barang-Barang yang Wajib Dibawa dan Sering Dilupakan
Meskipun banyak daftar perlengkapan beredar, UAH menekankan pentingnya membawa barang yang benar-benar mendukung ibadah, bukan sekadar memenuhi koper. Beberapa barang yang sering terlupakan namun sangat berguna antara lain: tali pengikat sandal (agar tidak hilang saat masuk masjid), tas kecil selempang untuk dokumen, obat-obatan pribadi, dan sajadah ringan.
Jangan lupa membawa pakaian ihram cadangan, pelembab bibir, masker, serta botol minum kecil untuk isi ulang air zamzam. Selain itu, pakaian harus praktis dan tidak berlebihan—cukup 3–4 setel dengan kemampuan dicuci ulang di hotel.
Satu lagi yang sering dilupakan: buku kecil berisi doa-doa dan catatan pribadi. Benda ini sangat penting untuk menemani saat thawaf, sa’i, atau momen zikir pribadi. Banyak jamaah yang menyesal karena tidak membawa panduan doa yang bisa dibaca dalam perjalanan.
UAH menyarankan agar packing dilakukan 3–5 hari sebelum keberangkatan, agar tidak tergesa dan bisa ditinjau kembali dengan tenang.
Persiapan Spiritual: Doa, Hafalan, dan Target Ibadah
Lebih dari sekadar koper, UAH menegaskan pentingnya mengemas hati dan ruhani sebelum berangkat. Persiapan spiritual meliputi pembiasaan doa-doa perjalanan, dzikir-dzikir harian, dan hafalan Qur’an meskipun hanya beberapa ayat.
UAH menyarankan agar setiap calon jamaah menyusun target ibadah pribadi. Misalnya: “Saya akan menyelesaikan 1 juz selama di Madinah,” atau “Saya ingin thawaf sunnah setiap malam di Makkah.” Target ini membantu menjaga fokus dan semangat selama berada di Tanah Suci.
Beliau juga menganjurkan bermuhasabah sebelum berangkat, seperti menulis dosa-dosa yang ingin ditobati dan membuat daftar harapan yang ingin disampaikan kepada Allah di depan Ka’bah. Hal ini akan memperkuat ikatan batin dengan ibadah yang akan dijalani.
Dengan hati yang siap, umrah tidak hanya menjadi ritual, tapi juga momen transformasi spiritual yang bermakna.
Tips Logistik Praktis dari Pengalaman UAH
Dari pengalamannya mendampingi ribuan jamaah, UAH membagikan tips logistik praktis yang sering luput dari perhatian. Pertama, jangan membawa terlalu banyak makanan dari Indonesia. Bawa secukupnya, terutama yang praktis seperti abon, rendang kemasan, atau minuman sachet untuk menyiasati jetlag atau perubahan selera makan.
Kedua, UAH menyarankan membawa sendal cadangan dan menyimpannya di tas kecil karena kehilangan sendal di Masjidil Haram adalah hal yang sering terjadi. Gunakan kantong sepatu atau plastik bersih untuk membawanya masuk jika diperlukan.
Ketiga, bawa alat charger dan adaptor universal karena jenis colokan di Arab Saudi berbeda. Juga siapkan power bank untuk jaga-jaga, karena banyak waktu dihabiskan di luar hotel.
Terakhir, UAH mengingatkan agar semua barang penting (paspor, visa, uang, ID card jamaah) selalu berada di satu tas khusus yang mudah dijangkau, bukan di koper bagasi.
Mental dan Fisik: Bagaimana Menyiapkan Stamina dan Kesabaran
Persiapan fisik tak kalah penting. UAH menekankan pentingnya latihan jalan kaki sebelum berangkat, karena thawaf dan sa’i membutuhkan stamina. Latihan sederhana 15–30 menit setiap hari sangat membantu membiasakan kaki berjalan jauh.
Beliau juga menyarankan jamaah menjaga pola makan dan tidur menjelang keberangkatan, agar tubuh tidak drop saat tiba di Tanah Suci. Kurangi konsumsi makanan berminyak, perbanyak sayur dan buah, dan tidur cukup minimal 6 jam sehari.
Secara mental, calon jamaah harus mulai melatih kesabaran. Macet, antrean, perbedaan budaya, atau gangguan kecil dari rombongan adalah bagian dari latihan hati.
UAH mengingatkan, “Umrah bukan hanya mengukur jarak tempuh, tapi mengukur kekuatan akhlak dan adab dalam kondisi real.”
Sikap yang Perlu Dibawa Selama Perjalanan Ibadah
Sikap dasar yang perlu dibawa selama umrah adalah tawadhu’, syukur, dan saling membantu. UAH menyampaikan bahwa sikap sombong, mudah tersinggung, atau egois justru akan merusak nilai ibadah.
Dalam perjalanan, penting untuk menghormati petugas, mendahulukan yang tua, bersabar dengan perubahan jadwal, dan tetap menjaga tutur kata. Karena seperti yang dikatakan Nabi ﷺ, “Tidak ada balasan bagi haji dan umrah yang mabrur kecuali surga.”
UAH juga mendorong jamaah untuk mendoakan rombongan, menjaga ukhuwah, dan jangan ragu untuk membantu teman sekamar atau sesama jamaah yang kesulitan.
Dengan sikap yang benar, perjalanan umrah akan lebih ringan, menyenangkan, dan penuh pahala kolektif.
Pesan UAH: “Siapkan Hatimu Sebelum Tasmu”
Sebagai penutup, UAH menyampaikan pesan yang menjadi highlight dalam setiap pembekalan manasik:
“Siapkan hatimu sebelum tasmu. Karena umrah bukan soal destinasi, tapi soal transformasi.”
Kalimat ini mengingatkan bahwa tujuan utama umrah adalah bertemu Allah, bukan sekadar menunaikan rukun. Maka, yang perlu disiapkan bukan hanya pakaian dan dokumen, tapi niat yang tulus, hati yang bersih, dan jiwa yang siap berubah.
Barang bisa tertinggal, koper bisa tertukar, tapi jangan sampai hati kosong dari zikir dan cinta kepada Allah. Itu yang akan membimbing setiap langkah sejak berangkat, selama di sana, hingga pulang ke tanah air sebagai pribadi yang lebih baik.
1 Komentar
Wulan
October 22, 2025 pukul 3:20 amMasyaallah