Banyak jamaah merasa bahwa haji telah selesai begitu wukuf dan thawaf terakhir dilaksanakan. Namun, menurut Ustadz Adi Hidayat (UAH), justru momen paling menentukan adalah saat menjelang pulang ke Tanah Air. Di titik ini, ruh haji diuji: apakah hanya membawa oleh-oleh atau benar-benar membawa perubahan? Artikel ini membahas pesan UAH tentang pentingnya amalan penutup sebelum meninggalkan Tanah Suci, doa-doa yang jangan terlewat, serta bagaimana cara menjaga agar haji tetap mabrur setelah pulang.
UAH Menjelaskan Pentingnya Amalan Penutup Sebelum Tinggalkan Tanah Suci
Menjelang keberangkatan pulang, suasana di antara jamaah biasanya mulai berubah. Koper ditata, belanja oleh-oleh rampung, dan hati mulai memikirkan rumah. Namun UAH mengingatkan bahwa momen terakhir di Tanah Suci justru sangat krusial.
“Jangan buru-buru pulang dalam hati. Masih ada amalan penutup yang akan menentukan kualitas hajimu,” kata beliau.
Menurut UAH, fase ini adalah waktu untuk mengunci seluruh ibadah yang telah dilakukan, dengan keikhlasan, pengakuan, dan perjanjian spiritual kepada Allah. Ini bukan akhir dari perjalanan, tapi awal dari pembuktian di tanah air nanti.
Beliau menekankan agar jamaah tidak hanya fokus pada urusan duniawi seperti bagasi dan waktu check-in, tapi juga mengemasi hati dengan doa-doa dan tangisan taubat. Karena keberkahan perjalanan tidak ditentukan oleh jarak, tapi oleh makna yang dibawa pulang.
Doa Mustajab Sebelum Boarding Pulang
Salah satu waktu paling mustajab menurut banyak ulama adalah saat akan meninggalkan Tanah Suci. UAH pun menekankan hal ini: “Sebelum masuk bandara, sebelum naik pesawat, luangkan waktu khusus untuk berdoa.”
Beliau menyarankan agar jamaah mencari tempat tenang, menghadap kiblat, lalu menumpahkan seluruh isi hati kepada Allah. Doa-doa ini bukan sekadar formalitas, tetapi harus lahir dari kedalaman jiwa.
Isi doanya mencakup permohonan agar ibadah diterima, keselamatan perjalanan, kekuatan menjaga iman di tanah air, dan keteguhan untuk hidup lebih baik setelah haji.
Beberapa jamaah bahkan menyebut momen ini sebagai “wukuf terakhir”, karena terasa seperti jeda singkat untuk mengikat janji sekali lagi dengan Allah.
“Ya Allah, jangan Engkau cabut ruh haji ini setelah aku kembali ke negeriku.”
UAH juga menyarankan agar jamaah menuliskan doa pribadi dalam buku kecil atau HP, lalu membacanya penuh penghayatan sebelum terbang. Sebab, hati yang ditata menjelang pulang akan menentukan kualitas hidup setelahnya.
Minta Ampun, Doa untuk Negeri, dan Janji Pribadi kepada Allah
Dalam momen penutup, UAH menganjurkan tiga hal utama yang harus dilakukan:
- Istighfar sebanyak-banyaknya
- Doa untuk negeri dan keluarga
- Membuat perjanjian ruhani kepada Allah
Mengapa istighfar? Karena walau ibadah telah dijalankan, tak seorang pun bisa memastikan bahwa hajinya sudah sempurna. Dengan istighfar, kita menunjukkan rendah hati dan tawadhu’ kepada Allah atas segala kekurangan.
Doa untuk negeri menjadi bagian penting, karena para hujjaj adalah wakil umat. Doa mereka sangat berarti untuk kesejahteraan, kemakmuran, dan keberkahan bangsa.
Dan yang paling penting, UAH mengajak jamaah membuat janji pribadi kepada Allah: tentang hijrah perilaku, kejujuran dalam bekerja, atau keikhlasan dalam ibadah setelah pulang. Janji inilah yang akan menjadi kompas saat kehidupan kembali normal.
UAH: “Akhiri dengan Air Mata, Bukan Hanya Koper dan Oleh-Oleh”
UAH pernah menyampaikan kalimat menyentuh dalam momen kepulangan jamaah:
“Jangan hanya bawa koper. Bawa juga air mata. Karena di situlah letak ruh hajimu.”
Kalimat ini menggugah jamaah agar tidak terjebak pada sisi logistik dan oleh-oleh belaka. Sebab, oleh-oleh terbaik dari haji adalah perubahan jiwa, bukan barang.
Beliau sering menyaksikan jamaah sibuk membungkus makanan dan parfum, tapi lupa membungkus ruhani mereka. Lupa menangis, lupa bersyukur, lupa mencium bumi sebelum naik pesawat dengan linangan air mata.
Air mata di detik terakhir adalah simbol perpisahan dengan Baitullah dan permohonan agar bisa kembali sebagai tamu Allah suatu saat nanti. Ia adalah tanda bahwa hati tak ingin berpisah dari ketenangan yang baru saja ditemukan.
Tips Menjaga Ruh Haji dalam Koper Iman
UAH memberikan beberapa tips agar ruh haji tetap hidup saat sudah kembali ke kampung halaman:
- Buat jurnal perubahan: tulis apa yang akan diperbaiki, lalu baca ulang setiap pekan.
- Tentukan satu amalan rutin: seperti tahajud, sedekah mingguan, atau baca Qur’an tiap pagi.
- Gabung dengan lingkungan baik: majelis taklim, komunitas Qur’an, atau halaqah haji.
- Evaluasi diri setiap bulan: apakah masih merasakan nikmatnya haji?
UAH menyebut koper iman sebagai bawaan batin yang tak terlihat, tapi sangat berharga. Ini yang harus dijaga melebihi barang berharga di koper fisik.
Karena yang menjadikan haji mabrur bukan hanya thawaf atau sa’i-nya, tapi apa yang dibawa pulang dan dipertahankan dalam kehidupan nyata.
Pulang sebagai Orang Baru dengan Misi Baru
Sebagai penutup, UAH mengajak jamaah untuk pulang bukan sebagai orang yang sama, tapi sebagai pribadi baru dengan misi baru.
“Kamu mungkin orang yang sama di KTP, tapi harus berbeda di dalam hati,” pesan beliau.
Pribadi baru itu ditandai dengan akhlak yang lebih lembut, ibadah yang lebih teratur, dan visi hidup yang lebih mulia. Haji bukan akhir, tapi awal dari perjalanan panjang menuju husnul khatimah.
UAH menyebut jamaah haji sebagai “duta perubahan” di lingkungan masing-masing. Maka jangan sia-siakan gelar tamu Allah dengan kembali pada kebiasaan lama.
Saat pesawat mengudara, pastikan hati juga terbang bersama ruh baru yang siap menebar manfaat dan menjadi cahaya di tengah umat.