Setiap tahun, jutaan umat Islam di seluruh dunia menantikan panggilan suci menuju Tanah Haram. Namun dalam beberapa tahun terakhir, pembatalan pemberangkatan haji terjadi akibat faktor-faktor seperti pandemi global, kuota terbatas, atau kebijakan pemerintah. Bagi calon jamaah yang telah bersiap lahir dan batin, kabar ini tentu menyesakkan hati. Lalu bagaimana menyikapinya dengan tenang dan penuh iman? Dalam berbagai ceramahnya, Ustadz Adi Hidayat (UAH) menyampaikan pandangan yang menyejukkan dan memberi harapan, mengajak umat untuk tetap tegar dan melihat sisi positif dari setiap takdir Allah.

 

Latar Belakang Isu Pembatalan Haji dan Dampaknya pada Jamaah

Pembatalan haji bukanlah hal sepele. Ia menyentuh impian, doa, dan rencana panjang banyak orang. Ada yang sudah menabung belasan tahun, ada yang sudah lanjut usia, bahkan sudah berpamitan kepada keluarga besar. Ketika kabar pembatalan datang, tak sedikit yang terpukul—bahkan merasa kecewa terhadap takdir.

Namun, penting dipahami bahwa keputusan ini bukan kehendak manusia semata, melainkan bagian dari ketetapan Allah. UAH sering menekankan bahwa ibadah haji adalah undangan langsung dari Allah. Maka jika belum jadi berangkat, berarti Allah masih menahan panggilan itu karena alasan yang penuh rahmat, bukan kebencian.

 

Pandangan UAH tentang Hikmah di Balik Penundaan Ibadah

UAH mengajak umat untuk melihat penundaan haji bukan sebagai kegagalan, tapi sebagai bentuk pendidikan ruhani dari Allah. Ia berkata,

“Kalau Allah belum undang, bisa jadi karena Allah ingin engkau memantaskan diri lebih dulu.”

Beliau menggarisbawahi bahwa semua ibadah memiliki waktu terbaik. Kadang, Allah menunda demi memperbaiki keadaan lahir dan batin hamba-Nya. Mungkin kita belum cukup ikhlas, belum cukup sabar, atau masih punya utang amanah kepada keluarga. Penundaan bisa menjadi momen untuk introspeksi, memperkuat niat, dan memperbaiki akhlak sebelum masuk sebagai tamu Allah yang sesungguhnya.

 

Sikap yang Seharusnya Dimiliki: Sabar, Tawakal, dan Evaluasi Diri

Menghadapi pembatalan haji bukan berarti pasrah tanpa arah. UAH mengajarkan tiga sikap utama:

  1. Sabar – karena segala hal yang tertunda tetap punya nilai di sisi Allah jika disikapi dengan iman.

  2. Tawakal – menyerahkan keputusan kepada Allah tanpa kehilangan semangat ikhtiar.

  3. Evaluasi Diri – gunakan waktu luang untuk bertanya: apakah aku sudah siap secara ruhani dan moral untuk menjadi tamu-Nya?

UAH menyampaikan:

“Ketika belum jadi tamu Allah, jangan putus asa. Bisa jadi Allah sedang memberi waktu agar engkau pulang bukan hanya membawa gelar haji, tapi juga membawa perubahan hidup.”

 

UAH: “Jika Belum Jadi Tamu Allah, Allah Masih Ingin Engkau Bersiap”

Ucapan ini menjadi peneguh hati banyak calon jamaah. UAH menekankan bahwa ibadah haji tidak bisa dipaksa, karena ia hak prerogatif Allah. Maka, yang bisa dilakukan adalah memaksimalkan kesiapan dan memperbanyak amal sampai waktu itu datang.

Beliau juga menekankan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan amal. Jika seseorang sudah bersungguh-sungguh ingin berhaji, namun belum diberangkatkan karena takdir, Allah tetap akan mencatat pahala sesuai niatnya. Ini sesuai sabda Nabi ﷺ:

“Sesungguhnya amal tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari & Muslim)

Maka yang penting bukan hanya sampai atau tidak ke Makkah, tapi bagaimana proses menyiapkan diri selama menunggu panggilan.

 

Aktivitas Pengganti: Amal Ibadah yang Bernilai Setara Haji

UAH juga memberikan solusi konkret agar waktu penantian tetap penuh berkah. Ada beberapa amal yang menurut hadits memiliki nilai serupa dengan ibadah haji, di antaranya:

  • Salat berjamaah di masjid (HR. Bukhari)

  • Zikir pagi-petang dan duduk di masjid setelah Subuh sampai matahari terbit lalu salat Dhuha (HR. Tirmidzi)

  • Menunaikan umrah di bulan Ramadhan (HR. Bukhari dan Muslim)

  • Membantu orang lain menunaikan haji atau membiayai orang yang membutuhkan

Dengan menjalankan amal-amal ini, ruh haji tetap tumbuh dalam hati meski kaki belum melangkah ke Tanah Suci.

 

Doa-Doa Khusus agar Tetap Diberi Kesempatan Berhaji Kelak

UAH juga menyarankan agar jangan putus dari doa. Karena doa adalah jembatan antara harapan dan kenyataan. Berikut beberapa lafaz doa yang dianjurkan:

“Allahumma yassir li hajjatan mabrurotan wa ‘umratan maqbulatan fi ‘ammi hadza aw fi ‘ammin qariibin.”
(“Ya Allah, mudahkan aku untuk berhaji yang mabrur dan umrah yang diterima, tahun ini atau dalam waktu dekat.”)

Juga perbanyak istighfar, karena dosa bisa menjadi penghalang rezeki dan panggilan ibadah. Doa yang tulus, diiringi kesabaran dan amal baik, insya Allah akan mengetuk pintu langit dan membuka undangan ilahi kelak.