Artikel sebelumnya (1493) membahas fenomena umat Islam yang terlihat rajin beribadah, namun masih terjebak dalam maksiat. Dalam tausiyahnya, Ustadz Adi Hidayat (UAH) menegaskan bahwa ibadah sejati adalah yang menguatkan benteng diri dari dosa, bukan sekadar menggugurkan kewajiban. Artikel ini merupakan bagian kedua yang memfokuskan diri pada solusi praktis untuk memutus pola maksiat yang terus berulang, sekaligus strategi spiritual dan sosial yang diajarkan UAH untuk menguatkan istiqamah.
Pola Buruk yang Harus Dihancurkan: Teman, Tontonan, Waktu Luang
UAH menyebut bahwa banyak orang gagal keluar dari maksiat karena masih hidup dalam pola yang sama. Bukan karena dia tak mau berubah, tetapi karena lingkungan dan rutinitasnya mendukung maksiat itu.
Beberapa contoh pola buruk yang harus dihancurkan:
- Teman yang toxic, yang menggiring kepada ghibah, kemalasan, atau bahkan zina.
- Tontonan dan hiburan yang melemahkan iman, seperti konten vulgar atau tayangan yang mendorong gaya hidup hedonis.
- Manajemen waktu yang buruk, seperti menghabiskan malam dengan scroll media sosial tanpa kontrol.
Pola ini seperti jebakan tak terlihat. Selama tidak diubah, sekuat apa pun niat, maksiat akan tetap menemukan jalannya. Maka, perubahan pola hidup adalah langkah pertama menuju hijrah sejati.
UAH: “Kamu Tak Bisa Keluar dari Maksiat Jika Tak Meninggalkan Lingkungannya”
Dalam sebuah kajian, UAH memberikan ilustrasi tajam:
“Jika kamu ingin keluar dari dosa, tapi kamu masih di lingkungan yang sama, kamu hanya sedang bercanda dengan taubatmu.”
Menurut beliau, lingkungan adalah akar dari banyak perilaku buruk. Jika seseorang ingin berubah, ia harus berani memutus hubungan atau setidaknya menjaga jarak dari sumber godaan. Itu bisa berarti meninggalkan grup pertemanan lama, memblokir akun-akun negatif, bahkan mengganti rutinitas harian dengan aktivitas produktif.
UAH tidak menyarankan isolasi total, tetapi filterasi dan keberanian mengambil keputusan. Karena hijrah bukan sekadar doa, tapi tindakan nyata yang kadang menyakitkan.
Strategi Mengubah Lingkungan dan Pengaruh Buruk
Berikut beberapa strategi konkret yang disarankan UAH dan dapat diterapkan siapa saja yang ingin benar-benar hijrah:
- Cari lingkungan baru yang mendukung kebaikan, seperti komunitas kajian, halaqah Qur’an, atau kegiatan sosial keislaman.
- Dekatkan diri dengan orang saleh, meski hanya lewat konten-konten dakwah di YouTube atau podcast islami.
- Buat jadwal harian dengan kegiatan bermanfaat, sehingga tidak ada ruang kosong yang terisi oleh maksiat.
- Terapkan sistem kontrol diri, seperti detox media sosial, pengingat azan, atau aplikasi monitoring waktu.
- Jangan ragu minta bantuan, baik ke ustadz, teman dekat yang positif, atau pembimbing spiritual.
Perubahan lingkungan bukan sekadar menghindari dosa, tapi membentuk versi baru dari diri yang lebih sehat secara spiritual dan sosial.
Doa-Doa Khusus untuk Menguatkan Tekad dan Istiqamah
UAH mengingatkan bahwa selain ikhtiar fisik dan sosial, dukungan ruhani lewat doa sangat penting. Berikut adalah beberapa doa yang bisa diamalkan:
- Doa memohon keteguhan hati:
“Yā muqallibal qulūb, tsabbit qalbī ‘alā dīnik”
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hatiku di atas agama-Mu.” - Doa perlindungan dari maksiat:
“Allāhumma inī a‘ūdzu bika min fitnatil ‘ayn, was-sam‘i, wal-qalb.” - Doa sebelum tidur:
Memohon agar malam menjadi waktu istirahat dari dosa, dan pagi menjadi awal perubahan.
Doa ini tidak hanya menguatkan batin, tetapi juga menjadi pengingat harian bahwa kita sedang berjuang menuju Allah.
Ibadah sebagai Kekuatan Mental, Bukan Hanya Rutinitas
UAH menyampaikan bahwa ibadah—salat, puasa, dzikir—harus menjadi kekuatan mental dan benteng diri. Jika ibadah hanya dijalankan sebagai rutinitas tanpa pemaknaan, maka maksiat bisa tetap menembus celah hati.
“Salat bukan sekadar berdiri dan rukuk, tapi latihan disiplin. Puasa bukan sekadar lapar, tapi pelatihan kontrol diri,” tegas beliau.
Karena itu, tingkatkan kualitas ibadah, bukan hanya kuantitas. Hadirkan makna dalam setiap sujud. Jadikan doa-doa harian sebagai tameng dari godaan. Lakukan ibadah dengan sadar dan penuh harap—bukan hanya karena kewajiban.
Dengan begitu, ibadah akan menjadi alat pembersih jiwa dan penjaga lisan, mata, serta langkah dari maksiat.