Thawaf adalah ibadah inti dalam umrah dan haji yang mengandung simbolisasi cinta, ketaatan, dan penghambaan total kepada Allah. Namun, karena antusiasme, kurangnya pemahaman, atau mengikuti keramaian tanpa bimbingan yang benar, banyak jamaah yang melakukan thawaf dengan cara yang keliru. Ustadz Adi Hidayat (UAH) kerap menekankan bahwa setiap putaran thawaf harus dilakukan dengan niat, pemahaman, dan kekhusyukan, bukan hanya gerakan melingkar semata. Artikel ini membahas beberapa kesalahan umum saat thawaf dan cara meluruskannya agar ibadah kita semakin diterima dan bernilai.
Tidak Berniat dengan Benar di Awal Thawaf
Salah satu kesalahan yang sering terjadi adalah tidak meluruskan niat sebelum memulai thawaf. Banyak jamaah langsung mengikuti arus tanpa menyadari bahwa thawaf adalah bentuk ibadah yang memerlukan niat yang tulus dan sadar. Niat thawaf seharusnya dilafazkan dalam hati, dan dilakukan karena Allah semata, bukan karena ingin cepat selesai atau sekadar mengikuti orang lain.
UAH mengingatkan bahwa niat adalah ruh dari thawaf, sebagaimana wudhu adalah ruh dari salat. Tanpa niat yang benar, gerakan thawaf bisa berubah menjadi sekadar jalan-jalan melingkar. Sebelum melangkah, tanamkan dalam hati: “Aku thawaf tujuh putaran mengelilingi Baitullah ini karena Allah SWT.” Jangan sampai tubuh melingkar, tapi hati tidak hadir.
Lupa Posisi Rukun Yamani dan Hajar Aswad
Kesalahan berikutnya adalah tidak memperhatikan letak Rukun Yamani dan Hajar Aswad, dua titik penting dalam thawaf. Sebagian jamaah tidak tahu kapan harus mengangkat tangan untuk takbir, kapan harus berdoa, atau bahkan tidak sadar sudah memulai putaran kedua. Ini membuat hitungan thawaf menjadi rancu dan bisa membatalkan kesempurnaan ibadah.
Rukun Yamani disunnahkan untuk disentuh (tanpa mencium), sedangkan Hajar Aswad disunnahkan untuk dicium atau disalami dengan isyarat tangan. Antara kedua rukun ini, Rasulullah ﷺ mengajarkan doa pendek yang sangat dalam:
“Rabbana atina fid-dunya hasanah wa fil-akhirati hasanah wa qina ‘adzaban-nar.”
UAH menyarankan jamaah agar mengenal betul posisi dan makna dari setiap titik thawaf agar tidak sekadar berjalan, tapi berinteraksi spiritual dengan setiap langkah.
Berbicara dan Bercanda Selama Thawaf
Kesalahan yang sering dianggap ringan tapi berpengaruh besar adalah bercakap-cakap dan bercanda saat thawaf. Ada yang asyik ngobrol, tertawa, bahkan berswafoto di tengah putaran thawaf. Padahal thawaf adalah bentuk dzikir aktif, ibadah hati dan lisan yang harus dilakukan dengan khusyuk.
UAH pernah menegur jamaah yang sibuk selfie saat thawaf:
“Kalau kamu thawaf sambil ngobrol, hatimu sedang thawaf ke mana?”
Beliau menekankan bahwa thawaf bukan sekadar aktivitas fisik, tapi ziarah hati kepada Allah. Maka jauhi obrolan duniawi, gantikan dengan dzikir, istighfar, dan doa. Jamaah juga diingatkan untuk tidak mengganggu kekhusyukan orang lain. Bawalah suasana thawaf seperti suasana salat—penuh adab dan kesungguhan.
UAH: “Setiap Langkah Thawaf Harusnya Penuh Makna”
Dalam salah satu ceramahnya, UAH menyampaikan bahwa setiap langkah thawaf seharusnya membawa pesan spiritual. Setiap putaran menggambarkan perjalanan hidup: dari penciptaan, kehidupan dunia, kematian, alam barzakh, hingga akhirat. Maka, thawaf menjadi simbol bahwa hidup ini harus terus mengitari poros keimanan, yaitu Allah.
“Kalau langkah thawafmu tidak mengubah langkah hidupmu, mungkin engkau hanya berputar tanpa makna,” kata UAH. Setiap putaran sebaiknya diisi dengan doa-doa yang sudah disiapkan, dzikir yang terjaga, dan hati yang merendah di hadapan Ka’bah. Jangan biarkan tujuh putaran itu berlalu begitu saja tanpa membawa pengaruh pada jiwa.
Etika dan Adab Thawaf yang Benar Menurut Sunnah
Melakukan thawaf dengan benar tidak hanya soal teknis, tapi juga soal adab. Menjaga wudhu selama thawaf adalah keharusan, begitu juga tidak menyakiti orang lain, tidak memotong jalan jamaah lain, dan tidak membawa barang berlebihan. Disunnahkan untuk thawaf dalam keadaan rapi, bersih, dan dengan pakaian yang pantas. Jangan berdesak-desakan hanya untuk bisa menyentuh Ka’bah, karena keselamatan tetap lebih utama.
UAH mengingatkan bahwa sunnah tidak boleh dijalankan dengan cara yang merusak akhlak. Jika menyentuh Hajar Aswad membuat orang lain terdorong dan celaka, maka cukup dengan isyarat. Ini semua bagian dari adab ibadah. Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa kelembutan dalam ibadah lebih utama daripada kekerasan dalam mengejar keutamaan.
Panduan Thawaf Sesuai Bimbingan UAH
Untuk thawaf yang khusyuk dan sahih, UAH menyarankan panduan berikut:
- Pastikan suci dari hadas dan najis.
- Mulai dari Hajar Aswad, niat dalam hati.
- Angkat tangan sambil mengucapkan “Bismillah, Allahu Akbar.”
- Lakukan 7 putaran penuh, melingkar ke kiri Ka’bah.
- Gunakan doa-doa pendek yang mudah diingat dan menyentuh hati.
- Jaga lisan dengan dzikir, jangan berbicara yang sia-sia.
- Setelah thawaf, salat sunnah dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim.
Dengan mengikuti bimbingan ini, thawaf bukan hanya ibadah fisik, tapi ibadah jiwa yang membekas lama setelah pulang ke tanah air.