Ibadah umrah bukan hanya milik yang muda dan bertenaga. Banyak dari para lansia yang justru menunjukkan semangat dan keteguhan hati luar biasa saat menapaki setiap jejak ibadah di Tanah Suci. Dalam salah satu perjalanan umrah bersama Ustadz Adi Hidayat (UAH), jamaah lansia tampil sebagai teladan dalam ketulusan, kesabaran, dan kekuatan ruhani. Artikel ini menyoroti kisah-kisah inspiratif dari para lansia yang umrah bersama UAH, pesan motivasi yang beliau sampaikan, serta pelajaran besar yang bisa diambil oleh generasi muda dari kesungguhan mereka.
Kisah Jamaah Lansia yang Tetap Semangat Beribadah
Di antara ratusan jamaah, tampak sosok-sosok yang berjalan perlahan dengan tongkat, sebagian dipandu oleh anak atau relawan, namun wajah mereka bersinar dengan semangat. Para lansia ini datang bukan untuk bersantai, tapi untuk beribadah dengan sepenuh hati, meski fisik sudah tak sekuat dulu.
Salah satu kisah menyentuh datang dari seorang nenek berusia 75 tahun yang tak mau melewatkan salat berjamaah di Masjidil Haram, meski harus berjalan kaki cukup jauh dari hotel. Setiap subuh, ia sudah siap dengan kursi lipat dan Al-Qur’an kecil di tangan. “Saya tak tahu apakah ini umrah terakhir saya, jadi saya ingin menjalani sebaik mungkin,” ucapnya lirih.
Ada juga seorang kakek yang sebelumnya menderita stroke ringan. Dengan terapi seadanya, ia memaksakan diri untuk tetap berangkat umrah bersama istrinya. Ia menahan rasa sakit saat thawaf, sambil terus berzikir. Keteguhan hati seperti inilah yang menyentuh para pendamping dan jamaah lain.
Semangat mereka menjadi cambuk bagi yang muda untuk tidak bermalas-malasan. Mereka mengajarkan bahwa umrah bukan tentang kuat fisik semata, tapi kuatnya cinta kepada Allah.
UAH Memberikan Perhatian Khusus dan Motivasi Bagi Mereka
Melihat perjuangan para lansia, Ustadz Adi Hidayat selalu menyempatkan diri memberikan motivasi dan perhatian khusus kepada mereka. Dalam beberapa momen, beliau terlihat menggandeng tangan mereka, menyapa dengan lembut, bahkan mendoakan mereka satu per satu setelah thawaf.
UAH kerap mengatakan, “Jamaah lansia adalah tamu istimewa Allah. Jangan lihat lelah mereka, lihat semangat ruhani yang menghidupkan ibadah mereka.” Kata-kata ini tak hanya membesarkan hati para lansia, tapi juga menggugah hati jamaah muda untuk lebih hormat dan membantu mereka.
Dalam salah satu pengajian di hotel, UAH mengajak jamaah untuk tidak menilai ibadah dari lamanya rukuk atau cepatnya langkah thawaf. “Bisa jadi yang terlihat pelan itu, pahalanya jauh lebih besar karena dilakukan dengan perjuangan luar biasa,” ujarnya.
Beliau juga mendorong agar para lansia tetap optimis dan tidak merasa menjadi beban. Bahkan menurutnya, doa-doa para lansia saat di Tanah Suci adalah doa yang penuh kekuatan—karena keluar dari hati yang tulus dan usia yang penuh pengalaman.
Pelajaran Ketabahan dalam Menunaikan Rukun Umrah
Umrah mengharuskan perjalanan yang cukup melelahkan, dari mengenakan ihram, melaksanakan thawaf, sa’i, hingga tahallul. Bagi lansia, ini adalah rangkaian yang sangat menantang. Namun justru di sanalah terlihat ketabahan mereka yang luar biasa.
Saat thawaf, para lansia tetap melangkah meski perlahan. Sebagian harus beristirahat di tiap putaran, tapi tak satu pun dari mereka ingin melewatkan rukun ini tanpa usaha sendiri. Mereka merasa bahwa setiap langkah adalah bagian dari taubat dan permohonan.
Begitu juga saat sa’i—perjalanan bolak-balik antara Shafa dan Marwah—yang membutuhkan energi dan kesabaran. Para lansia yang berjalan dengan bantuan kursi roda pun tetap meminta untuk dibacakan doa dan kisah perjuangan Hajar agar mereka bisa menghayati maknanya.
Kisah nyata ini menunjukkan bahwa ibadah yang dilakukan dalam kesulitan memiliki nilai tersendiri di sisi Allah. Ketabahan para lansia bukan hanya pelajaran spiritual, tapi juga simbol kekuatan iman yang tak bisa dibatasi usia.
Dukungan dari Sesama Jamaah sebagai Bukti Ukhuwah
Salah satu pemandangan indah selama umrah bersama UAH adalah eratnya ukhuwah antarjamaah, terutama dalam membantu para lansia. Jamaah muda saling berebut membantu menuntun, membawa kursi roda, bahkan menyiapkan air minum atau makanan.
UAH menekankan pentingnya memperkuat ukhuwah Islamiyah selama di Tanah Suci. “Jangan biarkan satu pun jamaah merasa sendirian. Apalagi para orang tua yang menjadi teladan kita,” kata beliau saat briefing.
Dalam banyak momen, terlihat jamaah saling menguatkan. Seorang ibu muda membantu menyuapi nenek yang kelelahan saat sarapan. Seorang remaja laki-laki menemani kakek asing dalam sa’i tanpa diminta. Ukhuwah semacam ini adalah implementasi langsung dari nilai-nilai Islam yang diajarkan Rasulullah ﷺ.
Spirit saling bantu ini menambah kehangatan dalam rombongan. Mereka tidak lagi merasa sekadar “peserta umrah”, tetapi keluarga besar yang saling menopang menuju Allah.
Kisah-Kisah Menyentuh yang Menguatkan Semangat Muda
Bagi jamaah muda, melihat perjuangan para lansia adalah pelajaran hidup yang tidak bisa mereka dapatkan di bangku manasik. Banyak yang mengaku terharu hingga menitikkan air mata ketika mendengar doa-doa para lansia yang lirih namun dalam maknanya.
Seorang mahasiswa bercerita bahwa ia sempat mengeluh karena kaki pegal saat thawaf. Namun setelah melihat seorang nenek tetap tersenyum meski berjalan dengan alat bantu, ia langsung merasa malu. “Saya jadi sadar, saya ini kuat tapi manja. Sementara mereka lemah tapi ikhlas,” katanya.
Ada pula jamaah muda yang memutuskan mengubah gaya hidupnya sepulang umrah, hanya karena tersentuh oleh pengakuan seorang kakek: “Saya menyesal baru sekarang bisa umrah. Jangan ulangi kesalahan saya.” Ucapan itu menyentuh dan menjadi titik balik bagi yang mendengarnya.
Kisah-kisah inilah yang menjadi bahan renungan mendalam. Bahwa semangat beribadah tak diukur dari usia, tapi dari kedalaman hati dan kerinduan kepada Allah.
Umrah Bukan Soal Usia, Tapi Keikhlasan Hati
UAH menutup pesan dalam rombongan umrah dengan sebuah kalimat penuh makna:
“Umrah bukan soal kuat atau muda. Ia adalah soal keikhlasan dan kesungguhan.”
Para lansia telah membuktikan bahwa jika hati terpanggil, maka fisik yang lemah pun bisa dikuatkan oleh niat dan doa. Mereka datang bukan untuk menunda ibadah, tapi untuk menyelesaikan janji lama kepada Allah.
Jamaah muda harus belajar dari mereka—belajar untuk tidak menunda, belajar untuk bersyukur dengan kesehatan, dan belajar untuk beribadah dengan sungguh-sungguh selagi mampu.
Umrah bersama lansia bukan hanya ziarah ke Tanah Suci, tapi ziarah ke dalam hati, menyaksikan langsung arti sabar, tulus, dan cinta sejati kepada Allah.
1 Komentar
Faris Ahmad Yasin
September 16, 2025 pukul 4:32 amMasya Allah tabarakallah artikelnya sangat bermanfaat