Ibadah umrah adalah perjalanan ruhani yang tak hanya mengubah fisik, tetapi mengguncang hati dan menyentuh jiwa. Namun, setiap perjalanan indah selalu memiliki akhir, dan malam terakhir bersama rombongan menjadi momen paling mengharukan. Bagi jamaah yang dibimbing langsung oleh Ustadz Adi Hidayat (UAH), malam terakhir di Masjidil Haram bukan sekadar penutupan, melainkan awal dari komitmen hidup baru. Dalam suasana penuh haru, UAH menyampaikan pesan-pesan mendalam yang menjadikan perpisahan ini sarat makna, bukan sekadar melepas Tanah Suci, tetapi juga membawa pulang cahaya dari Baitullah ke kehidupan nyata.

 

1. Momen Penutupan dan Doa Perpisahan Bersama UAH

Malam terakhir di Masjidil Haram bukan hanya waktu untuk thawaf wada’ (perpisahan), tetapi juga menjadi ajang penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah. Dalam momen ini, UAH mengumpulkan jamaah di pelataran masjid, membimbing mereka dalam dzikir, muhasabah, dan doa bersama. Suara takbir dan istighfar mengalun perlahan, mengisi malam yang begitu syahdu.

UAH memimpin doa dengan suara bergetar. Doa yang tak panjang, tapi penuh makna. Ia memohonkan ampunan, kekuatan istiqamah, dan keberkahan hidup untuk seluruh jamaah. Di antara lantunan doa, terdengar isak tangis yang tak bisa ditahan, tanda bahwa hati-hati mereka begitu terikat pada momen itu.

“Malam ini bukan perpisahan, tapi bekal untuk hidup baru. Doa yang kalian panjatkan malam ini akan mengiringi setiap langkah di tanah air,” ujar UAH sebelum doa ditutup.

Suasana itu menjadi saksi, bahwa umrah bukan hanya ibadah fisik, tetapi pengalaman spiritual yang membentuk kembali hati dan niat seseorang.

 

2. Suasana Haru Jamaah yang Tak Ingin Berpisah dari Baitullah

Tak mudah meninggalkan Ka’bah, terutama setelah melewati hari-hari penuh doa, tangis, dan munajat. Beberapa jamaah terlihat berlama-lama menatap Ka’bah. Ada yang memeluk sesama jamaah sambil menangis, ada yang berdoa dengan suara tertahan, seolah enggan beranjak.

Seorang ibu berusia 60 tahun berkata lirih, “Kalau bisa, saya ingin tinggal di sini selamanya. Di sinilah hati saya terasa paling damai.” Kalimat itu menggambarkan apa yang dirasakan banyak jamaah: enggan berpisah dari tempat suci, dari rasa dekat dengan Allah yang tak tergambarkan.

Para pembimbing membiarkan jamaah menikmati detik-detik terakhir bersama Ka’bah. Mereka menyarankan untuk mengulang doa-doa pribadi, merenungi perubahan diri selama umrah, dan memperbanyak istighfar.

UAH berkata, “Air mata kalian malam ini akan menjadi saksi cinta kalian kepada Allah. Jangan tahan. Biarkan hati bicara.” Dan memang, malam itu menjadi malam tangis, malam pelepasan, dan malam yang akan diingat seumur hidup.

 

3. UAH: “Doa Kita Malam Ini Adalah Bekal Seumur Hidup”

UAH mengingatkan bahwa doa malam terakhir memiliki kekuatan luar biasa. Sebab, ia dipanjatkan di tempat termulia, di waktu yang diberkahi, dan dari hati yang baru selesai disucikan oleh rangkaian ibadah.

Ia berkata, “Doa kalian malam ini bukan sekadar untuk hari ini. Tapi untuk masa depan kalian, anak-anak kalian, rumah tangga, pekerjaan, bahkan akhir hidup kalian.” Maka, jangan sia-siakan kesempatan ini.

Beliau membimbing jamaah untuk menyusun doa yang mencakup seluruh aspek kehidupan: dunia dan akhirat. Ia juga mengajarkan agar jamaah menyebut nama-nama orang yang mereka cintai dalam doa, sebagai bentuk kepedulian dan amal jariyah hati.

Banyak jamaah yang kemudian menuliskan doa-doa tersebut di buku kecil, agar bisa dibaca ulang sepulang dari Tanah Suci. Sebab, kata UAH, “Doa yang kamu bawa pulang bisa jadi lebih dahsyat daripada oleh-oleh.”

 

4. Renungan Tentang Apa yang Dibawa Pulang dari Ibadah

Setelah hari-hari penuh ibadah, renungan terbesar bagi jamaah adalah: apa yang akan saya bawa pulang? Apakah hanya foto-foto, oleh-oleh, atau perubahan diri yang lebih taat?

UAH mengajak jamaah untuk memaknai umrah sebagai proses transformasi. “Umrah itu bukan titik akhir. Tapi titik balik. Jangan biarkan Ka’bah hanya jadi latar foto, jadikan ia cermin yang mengubah hidupmu.”

Renungan ini membuat banyak jamaah merenung dalam diam. Beberapa menulis komitmen pribadi di buku catatan. Ada yang berjanji akan memperbaiki hubungan rumah tangga, memperbanyak ibadah sunnah, atau aktif dalam dakwah lingkungan.

Yang terpenting, umrah harus menumbuhkan kesadaran bahwa hidup ini singkat, dan kesempatan untuk berubah tidak datang dua kali. Maka, pulanglah sebagai pribadi baru yang membawa aroma surga dari Masjidil Haram.

 

5. Komitmen Jamaah untuk Menjaga Nilai-Nilai Umrah

Komitmen adalah buah dari keikhlasan. Dan malam terakhir menjadi waktu terbaik untuk memperkuat tekad menjaga nilai-nilai umrah di tanah air. UAH menyarankan jamaah untuk membuat tiga komitmen utama: menjaga shalat tepat waktu, memperbanyak dzikir, dan menjaga hubungan baik dengan sesama.

“Jangan biarkan semangat kalian hilang di bandara,” kata UAH. Ia menyarankan jamaah untuk membentuk grup kajian atau komunitas pasca-umrah, agar ruh ibadah tetap terjaga dalam kebersamaan.

Sebagian jamaah bahkan berikrar untuk mulai menabung haji setelah umrah, atau menyisihkan rezeki untuk memberangkatkan orang lain. Itulah makna transformasi—ibadah tidak berhenti pada diri sendiri, tapi menjalar menjadi manfaat bagi orang lain.

Umrah adalah sekolah jiwa. Dan kelulusannya bukan di Tanah Suci, tapi ketika kita mampu menjaga pelajaran itu seumur hidup.

 

6. Pesan Akhir: “Jangan Pulang Jadi yang Sama”

Pesan pamungkas UAH malam itu begitu sederhana tapi menggetarkan: “Jangan pulang jadi yang sama.” Artinya, jika hati masih keras, ibadah masih malas, dan akhlak masih sama seperti sebelum berangkat, maka perjalanan ini hanya jadi perjalanan mahal tanpa makna.

UAH mengajak jamaah untuk menghidupkan kembali semangat umrah di rumah masing-masing. Jadikan rumah seperti Masjidil Haram: tempat dzikir, tempat sujud, tempat Allah diingat dan ditaati.

Bagi jamaah, kalimat itu menjadi semacam sumpah batin. Mereka ingin pulang sebagai hamba yang lebih sabar, lebih bersyukur, dan lebih dekat kepada Allah.

Karena sejatinya, umrah yang mabrur bukan hanya dinilai dari thawaf yang sempurna, tapi dari perubahan hati sepulangnya.