Perjalanan umrah sering kali membawa pengalaman ruhani yang tak terduga. Salah satunya adalah kesempatan langka untuk bertemu dan berdialog langsung dengan para ulama besar di Tanah Suci, termasuk Syeikh Masjidil Haram. Bagi sebagian jamaah, momen ini menjadi titik penting yang mengubah cara mereka memandang ibadah. Artikel ini mengulas kisah dan hikmah dari pertemuan jamaah dengan ulama besar, serta bagaimana dialog ini dapat memperdalam makna ibadah dan menumbuhkan cinta kepada ilmu dan ulama.
Momen Langka dalam Umrah: Berdialog dengan Ulama Besar
Dalam perjalanan ibadah umrah, tidak semua orang mendapatkan kesempatan untuk bertemu langsung dengan ulama besar, terlebih dengan Syeikh Masjidil Haram. Bagi yang mengalaminya, ini menjadi momen langka yang sarat makna. Dalam sebuah rombongan jamaah asal Indonesia, salah satu kelompok mendapat kehormatan untuk berdialog singkat setelah selesai shalat di Masjidil Haram.
Momen ini terjadi secara sederhana namun penuh kekhidmatan. Dengan didampingi penerjemah, Syeikh menyambut para jamaah, memberikan salam, dan membuka ruang diskusi kecil yang hangat. Jamaah yang hadir tampak terharu, bahkan tak sedikit yang meneteskan air mata karena merasa sangat dimuliakan.
Pertemuan seperti ini bukan hanya soal bertemu tokoh besar, tetapi juga tentang merasakan betapa ilmu dan ketakwaan menyatu dalam diri para ulama. Jamaah merasa bukan hanya sedang berada di Tanah Suci, tetapi juga sedang menerima warisan ilmu dari pewaris Nabi ﷺ.
Isi Penting Nasihat dari Syeikh Masjidil Haram kepada Jamaah
Dalam dialog tersebut, Syeikh memberikan beberapa nasihat mendalam. Pertama, beliau menekankan pentingnya menjaga shalat lima waktu, karena shalat adalah tiang agama. Beliau menyebut bahwa umrah bukan hanya ibadah sekali jalan, melainkan harus menjadi titik awal ketaatan yang berkelanjutan.
Nasihat kedua adalah tentang ketulusan. Menurut Syeikh, semua amalan akan ringan jika hati telah ikhlas. Banyak jamaah yang menjalani umrah dengan penuh semangat di awal, tapi kembali lupa akan tujuan sejati setelah pulang ke tanah air. Maka, beliau mengingatkan agar niat terus diperbarui, bahkan setelah umrah selesai.
Beliau juga menyampaikan pentingnya menjaga ukhuwah dan adab, terutama di tengah perbedaan mazhab dan kebiasaan antarjamaah dari berbagai negara. Sikap saling menghormati adalah bentuk ibadah juga, terutama di tempat suci yang penuh keberkahan.
Makna Adab terhadap Ulama dalam Perjalanan Spiritual
Dalam Islam, ulama menempati posisi mulia sebagai pewaris ilmu Nabi ﷺ. Ustadz Adi Hidayat sering menyampaikan bahwa adab kepada ulama adalah bagian dari adab kepada ilmu, dan adab kepada ilmu adalah bentuk penghormatan kepada Allah. Oleh karena itu, pertemuan dengan ulama besar harus disikapi dengan penuh hormat dan takzim.
Para jamaah yang hadir dalam pertemuan dengan Syeikh menunjukkan adab tersebut dengan cara menundukkan pandangan, mendengarkan dengan penuh perhatian, tidak menyela, serta memohon doa dan nasihat. Sikap ini mencerminkan kemuliaan akhlak yang menjadi bagian penting dalam ibadah umrah.
Belajar adab dari ulama secara langsung sering kali membekas lebih dalam dibandingkan hanya melalui buku atau ceramah daring. Pertemuan ini menjadi pelajaran hidup nyata tentang bagaimana ilmu harus dihormati dan dijaga dalam hati.
Inspirasi Ruhani dari Pertemuan Tersebut
Pertemuan dengan ulama besar tidak hanya memperkaya ilmu, tetapi juga menyalakan api semangat ruhani. Banyak jamaah yang sebelumnya hanya mengikuti umrah secara teknis, kini tersentuh untuk memperbaiki kualitas ibadah mereka setelah mendengar langsung wejangan dari Syeikh.
Beberapa jamaah bahkan mengaku bahwa mereka merasakan ketenangan luar biasa hanya dengan berada di dekat sosok yang begitu sederhana namun penuh wibawa. Aura keilmuan dan kedalaman spiritual yang terpancar dari sang Syeikh memberi efek mendalam terhadap jiwa jamaah.
Dari pertemuan ini, muncul tekad baru dalam hati para jamaah: untuk menjadi pribadi yang lebih baik, untuk menjaga akhlak dan ibadah sepulang ke tanah air, serta untuk terus menuntut ilmu sebagai bentuk syukur atas nikmat Allah.
Reaksi dan Respons Jamaah Umrah Saat Mendapatkan Nasihat
Respons jamaah sangat emosional. Ada yang menangis karena merasa tersentuh, ada yang bertekad langsung menulis ulang rencana hidupnya, dan ada pula yang merasa malu karena menyadari banyak kelalaian dalam ibadah. Ini adalah bentuk tajdid niyah—pembaruan niat—yang penting dalam proses taubat dan peningkatan diri.
Sebagian jamaah bahkan mencatat setiap nasihat yang disampaikan, untuk dibaca ulang setelah pulang. Beberapa lainnya langsung menghubungi keluarga di rumah untuk menyampaikan betapa mereka baru benar-benar memahami makna ibadah setelah pertemuan tersebut.
Respons ini menunjukkan bahwa ilmu dan keteladanan tidak hanya disampaikan lewat kata-kata, tetapi juga lewat ketulusan hati dan keikhlasan sang guru. Inilah yang membuat nasihat ulama begitu menyentuh dan berbekas.
Peran Dialog dengan Ulama dalam Memperdalam Makna Ibadah
Dialog dengan ulama bukan sekadar sesi tanya jawab, tetapi jalan untuk membuka cakrawala ruhani yang lebih dalam. Dalam konteks umrah, dialog seperti ini memperkuat pemahaman bahwa ibadah bukan hanya gerakan tubuh, tetapi transformasi hati dan jiwa.
UAH pernah menyampaikan bahwa pertemuan dengan orang saleh bisa menjadi wasilah hidayah. Maka, pertemuan dengan Syeikh Masjidil Haram adalah bentuk lathaif (kelembutan Allah) yang tidak semua jamaah rasakan. Yang menyadari nilainya akan menjadikannya sebagai momen kunci dalam perubahan hidup.
Dengan bertambahnya ilmu, jamaah akan menjalani ibadah dengan lebih paham, lebih khusyuk, dan lebih bijak. Inilah yang membuat perjalanan umrah tidak berhenti di bandara, tapi terus membekas dalam langkah hidup setelahnya.