Setiap orang yang telah menunaikan umrah pasti menyimpan satu pertanyaan dalam hatinya: “Apakah umrahku diterima oleh Allah?” Sebagian berharap mendapat mimpi melihat Ka’bah, atau mengalami peristiwa luar biasa sebagai tanda kepastian diterima. Namun, Ustadz Adi Hidayat (UAH) mengingatkan bahwa tanda umrah diterima tidak selalu datang dari langit dalam bentuk mimpi, melainkan terlihat jelas dari perubahan nyata dalam diri seseorang. Artikel ini akan mengulas lima indikator penerimaan umrah menurut UAH yang bisa dikenali dari kehidupan sehari-hari setelah pulang dari Tanah Suci.

 

1. Perubahan Akhlak dan Sikap Pasca Umrah

Tanda paling nyata dari umrah yang diterima menurut UAH adalah perubahan akhlak dan sikap. Umrah bukan sekadar perjalanan spiritual yang berakhir di bandara, melainkan awal dari fase baru kehidupan yang lebih baik. Jika seseorang sebelumnya mudah marah, kasar dalam bicara, atau tidak peduli pada ibadah, lalu setelah pulang menjadi lebih lembut, sabar, dan penyayang, maka itu tanda kuat bahwa umrahnya membawa pengaruh ruhani.

UAH sering mengatakan, “Yang diterima adalah yang berubah, bukan yang bercerita.” Artinya, umrah bukan tentang seberapa banyak dokumentasi kita di Tanah Suci, tapi tentang seberapa banyak perubahan dalam perilaku kita di rumah. Mulai dari cara bicara, etika berkendara, hingga perlakuan terhadap pasangan dan anak, semua jadi cermin keberkahan umrah yang sesungguhnya.

 

2. Hati yang Lebih Tenang, Ringan dalam Ibadah

Tanda kedua adalah ketenangan hati dan kemudahan dalam menjalankan ibadah setelah umrah. Hati yang pernah menempel di Ka’bah akan membawa pulang rasa lapang, sabar, dan ikhlas. Orang yang umrahnya diterima akan lebih mudah bangun malam, lebih rajin membaca Al-Qur’an, dan lebih senang hadir di masjid—bukan karena disuruh, tapi karena hatinya memang terpanggil.

UAH menyebut ini sebagai faktor gravitasi ruhani. Siapa yang pernah dekat dengan Baitullah dan merasakan nikmatnya sujud di Masjidil Haram, biasanya hatinya tidak ingin kembali jauh dari Allah. Maka jika setelah pulang, ibadah menjadi lebih ringan dan dinikmati, itulah isyarat bahwa umrah membawa efek spiritual yang mendalam.

 

3. Munculnya Rasa Rindu yang Konsisten kepada Baitullah

Rindu yang terus tumbuh kepada Tanah Suci juga merupakan tanda diterimanya ibadah umrah. Bukan hanya rindu ingin jalan-jalan lagi, tapi rindu pada suasana dzikir di Raudhah, rindu pada tangis di Multazam, rindu pada suasana shalat subuh di Masjidil Haram. Orang yang umrahnya diterima tidak akan pernah merasa cukup—selalu ingin kembali bukan karena dunia, tapi karena jiwa sudah menyatu dengan rumah Allah.

Rasa rindu ini juga akan tampak dalam lisan yang sering menyebut Tanah Suci, doa yang selalu memohon bisa kembali, dan semangat menabung agar bisa berangkat lagi bersama keluarga. Bahkan, rindu itu juga mendorongnya untuk membantu orang lain bisa berangkat umrah. Inilah cinta yang terbentuk dari hubungan batin yang tulus dengan tempat ibadah terbaik di bumi.

 

4. Semangat Menyebarkan Kebaikan di Lingkungan Sekitar

UAH juga menekankan bahwa umrah yang diterima akan melahirkan energi dakwah dan semangat menebar kebaikan. Orang yang pulang dari umrah dan benar-benar tersentuh jiwanya, tidak akan diam saja. Ia akan mulai menasehati dengan santun, menjadi contoh yang baik, dan bahkan berinisiatif membuat gerakan positif di lingkungan rumah, kantor, atau komunitas.

Tak harus menjadi ustadz untuk berdakwah. Cukup dengan menjadi pribadi yang ramah, jujur, peduli, dan mengajak orang lain mendekat kepada Allah, itu sudah termasuk dakwah. Jika semangat menyebarkan nilai-nilai Islam dan kebaikan ini tumbuh setelah umrah, maka itu tanda kuat bahwa Allah memberkahi langkah-langkah ibadah kita.

 

5. UAH: “Yang Diterima Bukan yang Viral, Tapi yang Berubah”

Di era media sosial, banyak jamaah umrah yang membagikan setiap momen perjalanannya. Namun UAH dengan tegas mengatakan:
“Yang diterima bukan yang viral, tapi yang berubah.”
Pernyataan ini menjadi tamparan halus bagi siapa pun yang lebih sibuk mengabadikan thawaf daripada merenungi maknanya. Viral mungkin menyentuh mata manusia, tapi perubahan menyentuh penilaian Allah.

Sebagaimana ibadah lainnya, kualitas umrah tidak ditentukan dari dokumentasi, tapi dari transisi batin. Apakah kita menjadi pribadi yang lebih jujur, sabar, dan rendah hati? Apakah kita pulang membawa semangat ibadah dan bukan hanya oleh-oleh? Jika jawabannya ya, maka besar kemungkinan umrah itu tidak hanya sah secara fiqih, tapi juga diterima secara ruhani.

 

Cara Menjaga Keberkahan Umrah Setelah Pulang

Agar keberkahan umrah tidak hilang seiring berjalannya waktu, UAH menyarankan beberapa hal penting: pertama, menjaga rutinitas ibadah seperti tahajud, salat berjamaah, dan dzikir harian. Kedua, menjauhi kembali maksiat yang dulu ditinggalkan selama di Tanah Suci. Ketiga, bergaul dengan orang-orang shalih dan menjaga lingkungan agar tetap mendukung semangat ibadah.

Keempat, mengulang kembali pengalaman umrah dalam hati, misalnya dengan membaca catatan perjalanan, melihat foto-foto sambil memperbarui niat, dan mendoakan sesama jamaah. Umrah yang diterima adalah umrah yang meninggalkan bekas. Dan bekas itu harus dirawat dengan amal, bukan hanya kenangan.